Biografi Singkat Ustadz DR Muinudinillah Bashri MA

Desember 09, 2020
Rabu, 09 Desember 2020


Biografi Singkat Ustadz DR. Mu'inudinillah Basri, MA. Foto : Ist.
---------------------------------------------------------------
GUGATNEWS.com. SURAKARTA.
Mu’inudinillah Basri lahir di Surakarta pada 15 Juni 1966. Ayahnya, Mohammad Basri, adalah seorang dai. Ketika Mui’in duduk di bangku kelas satu tsanawiyah, ayahnya meninggal dunia.

Ia adalah keturunan KH. Imam Rozi, pendiri pesantren Singo Manjat, Tempursari, Klaten. Kiai Imam Rozi adalah putra Kiai Maryani bin Kiai Ageng Kenongo. Saat mencapai usia 24 tahun, Imam Rozi bergabung dengan Pangeran Diponegoro menentang penjajah Belanda, bersama Kiai Mojo dan para pejuang lainnya. Bahkan, dia akhirnya menikah dengan RA Sumirah, saudara sepersusuan Pangeran Diponegoro. Ia diangkat sebagai manggala yudha atau panglima perang dan sebagai penghubung antara Pangeran Diponegoro dan Paku Buwono VI Surakarta. Kyai Rozi memiliki 4 orang istri. Dari jalur ulama inilah silsilah Ustadz Mu’in terhubung sebagai salah satu keturunannya.

“Saudara saya ada 8 orang. Dengan meninggalnya ayah, saya harus membantu ibu mengasuh adik-adik,” kenangnya. Salah satu adiknya adalah DR Setiawan Budi Utomo yang juga ahli dalam bidang syariah.
Mu’in menghabiskan masa sekolahnya, dari SD sampai SLTA, di Surakarta. Lulus sekolah Pendidikan Guru Agama Negeri Solo, Mu’in ingin sekali melanjutkan kuliah. Namun, ia terbentur biaya. Niat itu pun ia tahan.
Dalam kondisi seperti itu, ia mendapat informasi bahwa di Jakarta ada universitas yang gratis dan memberikan beasiswa, yaitu LIPIA. Akhirnya, ia mendaftar dan diterima.

Awalnya, Mu’in diterima di kelas sore. Kelas ini tidak mendapat beasiswa. Karena merasa tidak punya uang, Mu’in terpacu untuk berusaha keras agar bisa masuk kelas pagi. Akhirnya, dengan usaha keras dan doa, ia pun diterima di kelas pagi.

Usahanya untuk belajar sungguh-sungguh tak berhenti sampai di sini. Apalagi ia merasa ilmu agamanya pas-pasan dan banyak tertinggal dengan mahasiswa lain yang telah lebih dulu masuk kelas pagi.
“Setiap kali kuliah saya selalu bertanya, sehingga teman-teman merasa terganggu,” kenangnya.

Usahanya itu tidak sia-sia. Sejak semester pertama sampai akhir, Mu’in selalu mendapat rangking pertama.
Lulus dari LIPIA tahun 1996, ia sempat mengajar di ma’had Al-Hikmah di Jakarta. Tak lama mengajar, ada informasi dari pihak kampus bahwa alumni LIPIA yang mendapat rangking 1 sampai 5 mendapat kesempatan melanjutkan studi S2 ke King Ibnu Saud, Arab Saudi. Sayangnya, sewaktu hendak berangkat, meletus perang Irak-Kuwait. Pemberangkatan pun tertunda.

Setahun kemudian, ia bersama keempat kawannya berangkat dengan beasiswa penuh dari pemerintah Saudi. Studi S2 ini rampung tahun 2002. Setelah itu ayah tujuh putra ini melanjutkan S3 tanpa tes di universitas yang sama.

“Kalau boleh saya lebih senang kuliah terus di Saudi,” seloroh Mu’in. Mengapa? “Karena kuliah di sana digaji, he he he,” guraunya.

Selama di sana, Mu’in banyak belajar dari para masyayik bagaimana membangun tradisi keilmuan. “Para masyayik di Saudi santun-santun dan bijaksana dalam menyikapi perbedaan yang sifatnya furuiyah,” katanya.

Kaum Muslim di Indonesia seharusnya banyak belajar kepada mereka dalam menyikapi perbedaan. “Kalau belum dewasa jangan mencari perbedaan,” terangnya.

Menurut Mu’in, jika dakwah Islam ingin berkembang, hendaknya mengikuti cara berdakwah Rasulullah SAW. “Kita mengajak orang kepada sunnah dengan sunnah,” jelasnya. Artinya, seorang dai harus mengetahui persis kondisi sasaran dakwahnya.

Jika sasarannya orang-orang awam, jangan lantas diberi materi yang berat. Cara berdakwah pun harus santun dan tidak menyesat-nyesatkan mereka,

Berbeda jika menghadapi orang yang memang sengaja mencari-cari sensasi atau membikin onar, maka mereka harus ditegasi. “Contohnya Umar, dia tegas terahadp Shabir yang selalu bertanya dan sengaja membingungkan masyarakat,” kata Mu’in.

Ada buku bagus yang perlu dibaca oleh para dai yang ditulis oleh Syaikh Ruhali dari Madinah. Isi buku itu menasehati para dai agar mengajak masyarakat kepada sunnah dengan cara-cara yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Berdasar pertimbangan dalam buku itulah kemudian Mu’in bersama beberapa dai membuat forum yang mereka namakan Fujamas. Dalam forum ini berbagai golongan, partai, ormas Islam, bisa berkumpul bersama-sama memikirkan dakwah Islam.

Pengasuh pesantren Ibnu Abbas Klaten Jawa Tengah ini sengaja memilih forum ini untuk mewujudkan peran strategis masjid sebagai basis dakwah, pembinaan, dan konsolidasi umat. Lewat forum ini diharapkan upaya-upaya perusakan iman dan akidah bisa diantisipasi.

“Tujuan saya mendirikan forum ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan politik. Saya bukan orang politik,” tegasnya. Apalagi jika dikait-kaitkan dengan keinginan menjadi anggota dewan.
Menurut Mu’in sangat naif jika forum ini disebut-sebut berbau politis. “Forum ini adalah ajang ukhuwah islamiyah di antara berbagai komponen umat islam, tanpa adanya embel-embel kepentingan yang sempit.

:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
MakanKu Makanan Sehat Siap Saji Masa Kini Solusi di saat Pandemi Covid-19. Persembahan Makanku. 0811 6053 553.

::::::::;::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::



Thanks for reading Biografi Singkat Ustadz DR Muinudinillah Bashri MA | Tags:

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »

TERKAIT

Show comments

HOT NEWS