1 dari 6 rumah yang ada di jalan Dr Rajiman atau tepatnya di sebelah Utara bekas Pasar Laweyan ini, yang 500 tahun lalu merupakan bagian dari lahan milik Ki Ageng Pemanahan, bapak dari Mase Ngabehi Lor Ing Pasar atau Danang Sutawijaya yang akhirnya Jumeneng Noto sebagai Panembahan Senopati. Foto : Yani.
GUGAT news.com SOLO
Setidaknya ada 6 bangunan rumah antik kuno, Jadul atau jaman dahulu, dari di mulainya arah ke selatan gang menuju Situs Bandar Kabanaran di sisi barat dan gang yang kini berdiri megah sebuah bangunan hotel berbintang lima, gang sebelah timur, satu diantaranya lahan tanah peninggalan orang tua dari Danang Sutawijaya, yang selanjutnya bertahta sebagai Panembahan Senopati putra dari Ki Ageng Pemanahan. Hanya saja, warga masyarakat Kampung Laweyan tidak ada yang tahu lokasi pastinya.
"Saya tidak tahu secara pastinya rumah peninggalan Ki Ageng Pemanahan yang merupakan bapak dari Mase Ngabehi Lor Ing Pasar, sebutan untuk Danang Sutawijaya di masa mudanya lantaran tinggal di sebelah utara Pasar Laweyan. Dari ke 6 bangunan itu kesemuanya berukuran besar- besar. Dari arah timur, dipakai untuk hotel berbintang lima, ndalem Mbah Bei, toko obat batik, ruko stand batik, showroom mobil. Mana yang 500 tahun lalu merupakan rumah keluarga Ki Ageng Pemanahan, saya tidak tahu pastinya," terang Sarjono (62) warga asli Laweyan.
Ternyata apa yang disampaikan Sardjono, juga dibenarkan oleh Mbah Sarun (75). "Itu cerita turun-temurun dari Mbah Mbah kami memang demikian, namun tidak mengetahui sama sekali akan lokasi yang sebenarnya dari rumah kediaman keluarga Ki Ageng Pemanahan bersama sama putra putri nya. Yang pasti rumah beliau adalah di sebelah Utara Pasar Laweyan, disesuaikan dengan julukan dari Keraton Kasultanan Pajang Sultan Hadiwijaya menyebutnya Mase Ngabehi Lor Ing Pasar kepada Danang Sutawijaya," tutur Mbah Sarun tersenyum.
Baik Mbah Sarun maupun Pak Sardjono yang saat ini dikenal sebagai pinisepuh, orang yang dituakan di Kampung Batik Laweyan, ya tahunya cuma sekedar itu, selebihnya tidak tahu secara pasti. Namun demikian, menariknya sebutan kampung Dul Pasar masih ada, Kidul atau Selatan Pasar Laweyan yang kini ditengarai dengan bangunan Tugu Batik atau titik nol Kampung Batik Laweyan, tugu hitam.
Selain sebutan Dul Pasar masih ada dan berlaku hingga sekarang ini, malahan adanya heritage Bandar Kabanaran situs bersejarah peninggalan Kerajaan Pajang dengan Rajanya yaitu Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir abad 15 silam, masih ada dan bisa dilihat sekalipun kondisi nya sudah mangkrak dan pastinya kotor dan kumuh, memprihatinkan. Pendangkalan penyempitan lahan yang dibuat untuk rumah tinggal warga.
Dari pemantauan GUGAT news di Kampung Batik Laweyan, ternyata serasa tepat sekali jika disebut Kampung tertua di Kota Solo dengan banyaknya peninggalan heritage bersejarah dari peninggalan leluhur agung. Adanya Masjid tertua di Kota Solo, mungkin termasuk di Jogjakarta, karena Masjid tertua di Jogjakarta Masjid Kota Gede yang dibangun oleh Panembahan Senopati, sedangkan beliau Masa Kecilnya tinggal dan hidup di Laweyan yang sudah ada Masjid Ki Ageng Henis (1546), oleh Sinuhun PB X dimuliakan dengan sebutan Masjid Laweyan, sesuai lokasinya.
Tidak terkecuali 6 bangunan yang ada di Jalan Raya Dr Rajiman itu yang kabarnya salah satu diantaranya merupakan rumah di masa kecilnya Danang Sutawijaya alias Panembahan Senopati putra dari Ki Ageng Pemanahan sekaligus cucu dari Ki Ageng Henis, cikal bakal berdirinya Dinasti Mataram Islam Panembahan Senopati. Menarik bukan? Penasaran, sumonggo, silakan berkunjung sekaligus berwisata di Kampung Batik Laweyan Solo. Dijamin tidak mengecewakan. # Yani.
Thanks for reading Diduga Bekas Rumah Tinggal Mas Ngabehi Lor Ing Pasar | Tags: Peristiwa Budaya
« Prev Post
Next Post »