iklan



FOKUS

Dualisme Raja Kembali Terjadi Pada Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat


Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hangabehi sebagai Sinuhun Paku Buwono (PB) XIV Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat ( blangkon) Putra Ndalem Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat tertua laki laki dan KGPH Purboyo sebagai Sinuhun PB XIV Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (Topi Kuluk)Putra Ndalem Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat paling bungsu atau ragil.

GUGAT news.com SURAKARTA 

Kangjeng Pangeran Panji Ariyo Purbodiningrat, SE (kakak ipar dari Maha Menteri Kangjeng Gusti Panembahan Agung Tedjowulan) menyoal Perebutan Kekuasaan sebagai Paku Buwono XIV) berbicara tentang beberapa (belum semua) Paugeran seseorang Anak Raja yang patut dan pantas menjadi Raja berikutnya berdasarkan Paugeran (Adat) Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, adalah sebagai berikut :

1. Calon pewaris tahta yang nantinya menjadi Raja selanjutnya haruslah beragama Islam dan seorang laki-laki.

2. Raja yang bersabda haruslah dalam keadaan sehat dan tidak cacat fisik yang mengakibatkan tidak bisa ngomong/berbicara  , jadi pengangkatan Putra Mahkota itu tidak sah.

3. Untuk posisi sebagai putra mahkota harus berdasarkan musyawarah keluarga besar dari Paku Buwono I sampai dengan Paku Buwono XIII. Tidak bisa mengangkat dirinya sendiri . 

4. Ibunya calon pewaris Tahta adalah minimal cucu atau cicit Raja sebelumnya kalau ingin bergelar Gusti Kanjeng Ratu Paku Buwono (permaisuri Raja) . Kalau dengan kasus pada Ibunya  Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Purbaya yang bernama Ibu Asih Winarni atau Kanjeng Raden Ayu Pradapaningsih lantas bergelar Gusti Kanjeng Ratu Paku Buwono itu juga tidak sah menurut Paugeran Kraton, karena sebelumnya sudah pernah menikah. Jadi secara Paugeran berdasar Aturan Turun Temurun sejak jaman Sultan Agung Hanyakrakusuma gelar Kanjeng Ratu Paku Buwono ataupun juga Gusti Kanjeng Ratu Paku Buwono, haruslah seorang perempuan yang masih perawan, lajang dan sebelumnya belum pernah menikah. Dan bila sudah pernah menikah hanya boleh menggunakan Gusti Kangjeng Ratu tanpa Pakubuwono jika yang bersangkutan masih cucu atau cicit keturunan Pakubuwono terdahulu dan jika dari luar garis cucu atau cicit hanya bisa mengunakan KRAy ( Kangjeng Raden Ayu ).

5. Sedangkan apabila ada seorang anak/penerus tahta atau lebih lahir sebelum ayah mereka bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Hangabei itu pun tidak sah.

6. Seorang anak Raja (penerus tahta) di saat pengangkatannya sebagai Putra Mahkota dan Raja , haruslah ibu kandungnya masih hidup.

7. Seorang anak Raja (penerus tahta) di saat pengangkatannya sebagai Putra Mahkota dan Raja, haruslah ibu kandungnya masih statusnya sebagai istri Raja dan tidak sedang bercerai ataupun telah bercerai.

8. Ibunya calon pewaris Tahta adalah minimal cucu atau cicit Raja sebelumnya kalau ingin bergelar Gusti Kanjeng Ratu Paku Buwono (permaisuri Raja). Kalau kasus pada Ibunya Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Purbaya yang bernama Ibu Asih Winarni atau Kanjeng Raden Ayu Pradapaningsih lantas bergelar Gusti Kanjeng Ratu Paku Buwono itu juga tidak sah menurut Paugeran Kraton, karena sebelumnya sudah pernah menikah. Jadi secara Paugeran berdasar Aturan Turun Temurun sejak jaman Sultan Agung Hanyakrakusuma gelar Gusti Kanjeng Ratu Paku Buwono, haruslah seorang perempuan yang masih perawan, lajang dan sebelumnya belum pernah menikah, dan masih sentana darah dalem setidaknya masih cucu ataupun cicit Raja sebelumnya (kerabat Raja sebelumnya).

9. Calon pewaris tahta yang nantinya menjadi Raja selanjutnya adalah anak dari istri Permaisuri Raja.

10. Calon pewaris tahta yang nantinya menjadi Raja selanjutnya apabila Raja tidak mengangkat istri Permaisuri , bisa dari istri selir Raja dan anak yang tertua dari Raja.

11. Apabila nomer 9 tidak terpenuhi maka calon pewaris tahta yang nantinya menjadi Raja selanjutnya adalah anak dari istri selir yang selir Raja tersebut masih hidup.

12. Selain itu dapat pula calon pewaris tahta yang nantinya menjadi Raja selanjutnya adalah anak dari istri selir yang tertua dan selir Raja tersebut masih hidup.

13. Apabila dari nomor 1 hingga nomor 12 diatas tidak dapat dipenuhi oleh calon Raja maka calon pewaris tahta yang nantinya menjadi Raja  selanjutnya adalah saudara dari Raja yang telah wafat, bisa adiknya atau kakaknya laki-laki.

14. Apabila dari nomor 1 hingga nomor 12 diatas tidak dapat dipenuhi oleh calon Raja maka calon pewaris tahta yang nantinya menjadi Raja  selanjutnya adalah saudara dari Raja yang telah wafat, bisa adiknya atau kakaknya laki-laki, dan atau yang telah mendapatkan penetapan ataupun surat keputusan/verklaring dari Pemerintah Hindia Belanda (waktu itu) dan saat ini Pemerintah RI.

15. Apabila dari nomor 1 hingga nomor 12 diatas tidak dapat dipenuhi oleh calon Raja maka calon pewaris tahta yang nantinya menjadi Raja  selanjutnya adalah saudara dari Raja yang telah wafat, bisa adiknya atau kakaknya laki-laki. Dan kalau tidak ada bisa pada keponakannya.

16. Apabila dari nomor 1 hingga nomor 12 diatas tidak dapat dipenuhi oleh calon Raja maka calon pewaris tahta yang nantinya menjadi Raja  selanjutnya adalah saudara dari Raja yang telah wafat, bisa adiknya atau kakaknya laki-laki,dan atau keponakan dari yang telah mendapatkan penetapan atupun surat keputusaan/verklaring dari Pemerintah Hindia Belanda (di saat itu) dan saat ini Pemerintah RI.

Sumber :

Paoegerandalem Bhayangkari Nata di dalam Dagboek Panjenengandalem Kolonel Bandoro Kangjeng Pangeran Haryo Poerbodiningrat (Raden Mas Koesen) bin Paku Buwono IX.# GunZar





BACA JUGA

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1











Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

close