Rindu Kebersamaan Remaja Tinalan, Ketika Kembali Bertemu Di Dunia Nyata
Foto bersama remaja Tinalan dan orang tua usai Outbond di Ruang Terbuka Hijau Tinalan Prenggan Kotagede Yogyakarta
GUGAT news.com YOGYAKARTA
Pagi itu, Minggu 9 November 2025, suasana RTH RW 4 Prenggan, Kotagede, terasa berbeda. Udara lembab yang biasa diam di antara pepohonan tiba-tiba riuh oleh suara tawa, teriakan, dan langkah-langkah kecil yang berlari di tanah berumput. Di antara gemerisik dedaunan, spanduk sederhana terbentang: “Membangun Generasi yang Cerdas dan Berkarakter”. Di bawahnya, ada kalimat yang lebih personal—“Rindu Kebersamaan”.
Kalimat itu seolah mewakili isi hati 26 anak dari RT 18 Tinalan, yang pagi itu berkumpul bukan untuk belajar daring, bukan pula untuk rapat formal, tapi untuk satu hal yang semakin langka di zaman ini: bermain bersama.
Seusai sarapan soto hangat yang disiapkan warga, mereka dipandu dua kakak fasilitator, Kak Vina dan Kak Pandu, memasuki dunia permainan yang menguji bukan hanya kelincahan, tapi juga keberanian untuk saling percaya. Ada permainan yang menuntut kekompakan, ada pula yang mengundang tawa karena kesalahan kecil akan dibalas dengan coreng bedak bayi di pipi.
Remaja Tinalan Outbond di Ruang Terbuka Hijau Tinalan Prenggan Kotagede Yogyakarta
Awalnya suasana memang kaku. Beberapa anak berdiri di pojok, menunggu giliran dengan wajah canggung. Tapi begitu permainan pertama dimulai, jarak itu mencair. Tawa satu anak menular ke yang lain. Dorongan kecil untuk menang membuat mereka saling menyemangati. Dalam waktu singkat, halaman luas itu berubah menjadi ruang akrab, tempat rasa percaya tumbuh dari keringat dan tawa.
“Seru banget! Akhirnya bisa main bareng, enggak cuma saling lihat waktu lewat,” kata Zebrina, salah satu peserta yang wajahnya penuh bedak namun matanya berbinar.
Di sisi lain, Ibu Endang Rachmawati memperhatikan anak-anak itu dengan senyum lebar. Ia tahu, kegiatan sederhana seperti ini punya makna besar. “Anak-anak sekarang lebih sering menatap layar daripada bertemu teman-temannya,” ujarnya pelan. “Lewat outbound ini, kami ingin mereka belajar hal-hal mendasar: empati, kerja sama, percaya diri. Karakter itu tumbuh ketika mereka bergerak bersama, bukan hanya mendengarkan ceramah.”
Salah satu permainan di Outbond Remaja Tinalan Prenggan Kotagede Yogyakarta
Kegiatan ini memang bukan hasil proyek besar. Tak ada sponsor besar, tak ada panggung megah. Semua berangkat dari gotong royong. Uang kas bapak-bapak RT, sumbangan sukarela warga, dan semangat beberapa orang tua cukup untuk membuat pagi itu menjadi momen berarti. Peserta pun tak dipungut biaya. Yang dibutuhkan hanya waktu dan niat untuk hadir. Menjelang siang, permainan terakhir membuat semua basah kuyup. Air yang disiram, tawa yang pecah, dan wajah-wajah lelah tapi puas menutup hari dengan kenangan baru. Saat matahari mulai condong ke barat, satu hal menjadi jelas: kebersamaan itu bukan sekadar tema di spanduk, melainkan napas dari seluruh kegiatan hari itu.
“Semoga setelah ini mereka makin sering aktif di lingkungan,” ujar Ibu Endang, masih dengan nada penuh harap. Ia bercerita bahwa sebenarnya sudah ada kegiatan rutin seperti pengajian remaja dan penyuluhan tentang bahaya narkoba atau pendidikan reproduksi, meski belum berjalan konsisten. “Outbound ini mudah-mudahan jadi awal. Mereka sudah tahu rasanya menyenangkan kalau bergerak bareng, kalau hadir di ruang nyata.”
Ketika anak-anak pulang, meninggalkan lapangan dengan baju basah dan wajah bercoreng putih, yang tertinggal bukan sekadar sisa permainan, melainkan secercah optimisme. Di tengah dunia yang makin sibuk dan digital, RT kecil di sudut Kotagede itu membuktikan satu hal sederhana: karakter tidak tumbuh dari layar. Ia tumbuh dari pertemuan, dari tawa yang tulus, dan dari rasa rindu untuk benar-benar bersama. (Tor)







