Akhmad Sekhu, Wartawan Dengan Segudang Karya Sastra

Mei 26, 2022
Kamis, 26 Mei 2022


 GUGAT news.com JAKARTA

Merantaulah, karena dengan merantau kita akan tahu makna hidup. Demikian juga Akhmad Sekhu yang merantau ke Jakarta dan bekerja sebagai seorang wartawan. Meliput dunia hiburan, baik film, musik, fashion show, dan lain-lain. 

Meski sibuk menjalankan tugas jurnalistik, Sekhu tetap semangat berkarya sastra. Bahkan dunia hiburan yang diliputnya sering menjadi sumber inspirasi karyanya. 

Lahirlah puisi maupun cerpen yang dimuat di berbagai media massa, baik lokal maupun nasional. Beberapa puisi yang dihasilkannya, antara lain, Sajak Selebritas, Paradoks Peran, Fragmen di Pojok Bioskop, Di Balik Cahaya Gemerlapan, Fantasia Sinema, dan lain-lain. 

“Alhamdulillah walau sibuk sebagai wartawan, saya masih tetap berkarya di dunia karang-mengarang. Saya fokus nulis karya sastra sejak tahun 1994, sejak kuliah di Yogyakarta. Jadi sudah lebih 28 tahun,” papar Akhmad Sekhu, kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (25/5/2022).

Karya-karyanya yang telah terbit, antara lain, buku puisi tunggalnya; Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000), Memo Kemanusiaan (manuskrip). Novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021). Kumpulan cerpennya “Semangat Orang-Orang Jempolan” (siap terbit).

Sekhu menyampaikan, kebiasaan menulis dipupuk sejak kecil. Menulis menurutnya bisa menjadi terapi sekaligus aktualisasi diri. 

Dunia sastra bagi Sekhu memang sudah mendarah daging. Hingga nama kedua anaknya hasil pernikahannya dengan Wanti Asmariyani mengandung unsur sastra, yaitu Fahri Puitisandi Arsyi, dan Gibran Noveliandra Syahbana. 

Menurut Sekhu, karya sastra puisi menjadi keistimewaan tersendiri. “Karena puisi, saya bisa bertemu dengan orang nomer satu di Jogja, yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono X, yang secara khusus mengundang saya untuk bicara empat mata,” ujar pria kelahiran desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, 27 Mei 1971 ini mantap.

Buku puisi kedua karya Akhmad Sekhu yang berjudul ‘Cakrawala Menjelang’ diberi kata sambutan khusus oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. “Sebuah kehormatan bagi saya mendapat sambutan khusus dari beliau,” kata alumnus Universitas Widya Mataram Yogyakarta (2000) ini bangga.

Jika kita baca puisinya, terasa betapa sarat teks ilahi dan tekstur alami. Mungkin berakar dari desa kelahirannya di Jatibogor, Suradadi, Tegal — yang dipenuhi oleh budaya pesisiran yang islami. 

“Sebagai penyair, Akhmad Sekhu adalah seorang otodidak yang mumpuni di sastra,” papar Sri Sultan Hamengku Buwono X, Raja Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, dalam sambutannya.

Buku puisi pertamanya, berjudul ‘Penyeberangan ke Masa Depan” diberi kata pengantar oleh Piek Adijanto Soeprijadi. Seorang Guru SMA Negeri 1 Tegal, yang juga termasuk tokoh sastrawan Angkatan 66. 

Sekhu kini sedang mempersiapkan buku puisi ketiganya yang berjudul ‘Memo Kemanusiaan” yang mendapat sambutan dari berbagai kalangan. Termasuk di antaranya, wartawan dan budayawan Bens Leo (alm), artis Cinta Laura Kiehl dan artis senior Titiek Puspa. 

Makanku Makanan Sehat Siap Saji Masa Kini Solusi Di Saat Pandemi Covid-19

“Setelah membaca puisi dalam buku "Memo Kemanusiaan" karya Akhmad Sekhu ini, aku jadi mengerti lebih dalam mengenai dunia seni.  Puisinya sangat bermakna. Indah penuh arti dan sangat mendidik,” komentar Cinta Laura Kiehl.

Titiek Puspa juga memberi apresiasi. Menurutnya, karya puisi Akhmad Sekhu banyak tema di dalamnya. Mulai tema Pandemi Covid-19, korupsi bansos di tengah pandemic, hingga situasi negeri yang masih terbelah akibat pragmatism politik. Puisi tentang dunia perfilman, puisi-puisi religi tentang Ramadhan, puisi hujan, ibu, pernikahan, hingga masalah keluarga. 

“Teruslah semangat berkarya! Tetaplah menulis puisi penuh dengan kejujuran dan ketulusan. Bangunlah kesadaran. Ingatkan manusia yang lupa pada kemanusiaannya,” sambut Titiek Puspa.

Sekhu juga sedang menyiapkan terbitnya kumpulan cerpen "Semangat Orang-orang Jempolan.” Memuat kisah orang-orang "hebat" dalam menjalani hidupnya dengan penuh semangat. 

"Mereka ada di sekitar lingkungan hidup kita yang tampak sederhana, apa adanya, tapi sangat bersahaja, yang sebenarnya "hebat" bisa menjadi suri tauladan kita," papar Sekhu.

     Makanku praktis dan tidak ribet

Karya-karya Akhmad Sekhu sudah banyak yang dijadikan bahan penelitian dan skripsi mahasiswa untuk mendapatkan gelar sarjana.

Cerpen karya Akhmad Sekhu berjudul ‘Berangkat’ terinspirasi dari kisah nyata di desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, dijadikan film pendek berjudul ‘Krenteg.’ Film ini diikutkan di Festival Film Tegal (FFT) 2019 yang memborong banyak penghargaan FFT.

Karya-karya Akhmad Sekhu, baik puisi, cerpen dan artikelnya, juga dimuat di banyak buku antologi bersama, di antaranya, Cerita dari Hutan Bakau (1994), Serayu (1995), Fasisme (1996), Kabupaten Tegal; Mimpi, Perspektif, dan Harapan (2010).

Antologi Puisi Penulis Lepas (2011), Negeri Cincin Api (2011), Equator (antologi 3 bahasa; Indonesia, Inggris, Jerman, setebal 1230 halaman, 2011), Antologi Puisi Religi "Kosong = Ada" (2012), Ensiklopedi Gubernur Jakarta: dari Masa ke Masa (2012), Buku cerita anak-anak "Hantu Siul dan 14 Cerita Keren Lainnya" (2014), Memo untuk Presiden (2014), Puisi Menolak Korupsi 4: Ensiklopegila Koruptor (2015)

Antologi Puisi ‘Syair Persahabatan Dua Bangsa’ 100 Penyair Indonesia-Malaysia (2015), Membaca Kartini: Memaknai Emansipasi dan Kesetaraan Gender (2016), Memo Anti Terorisme (2016), Memo Anti Kekerasan Terhadap Anak (2016), Ziarah Sunyi (2017), Hikayat Secangkir Robusta (2017), Buku Antologi Puisi Kemanusiaan dan Anti Kekerasan "Jejak Air Mata: Dari Sittwe ke Kuala Langsa" (2017).

Peradaban Baru Corona: 99 Puisi Wartawan-Penyair Indonesia (2020). Antologi Puisi 114 Penyair Indonesia “Kebaya Bordir untuk Umayah” (2021), Puisi Menolak Korupsi 8; “Korupsi di Korona” (94 Penyair Indonesia) (2021), Para Penyintas Makna (2021), Lima Titik Nol; Masyarakat Cerdas dalam Puisi (2022).

Catatan tentang kesastrawanannya masuk dalam Bibliografi Sastra Indonesia (2000), Leksikon Susastra Indonesia (2001), Buku Pintar Sastra Indonesia (2001), Leksikon Sastra Jakarta (2003), Ensiklopedi Sastra Indonesia (2004), Gerbong Sastrawan Tegal (2010), dan Apa & Siapa Penyair Indonesia (2017).

Akhmad Sekhu masih bolak-balik Jakarta-Tegal, demi istri Wanti Asmariyani dan dua anaknya, Fahri Puitisandi Arsyi, dan Gibran Noveliandra Syahbana, dengan mempertaruhkan seluruh hidupnya untuk Insya Allah selalu berkarya./*** Eddie Karsito










Thanks for reading Akhmad Sekhu, Wartawan Dengan Segudang Karya Sastra | Tags:

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »

TERKAIT

Show comments

HOT NEWS