Usman Amirodin Eksponen 66 Solo
Oleh : Usman Amirodin
Awal Mula Seorang Pengusaha Meubel
Siapa sangka seorang pengusaha mebel sederhana dari Solo bisa menembus kursi Presiden Republik Indonesia? Itulah kisah Joko Widodo, atau Jokowi, yang awalnya dikenal sebagai sosok pendiam, pemalu, bahkan penakut. Ini dikarenakan seorang Jokowi adalah bukan seorang aktivis Pergerakan juga bukan seorang Politisi.
Bahwa Jokowi adalah sahabat Penulis (Usman Amirodin, red) di Yayasan Amal Sahabat, sehingga pada waktu itu Penulis benar-benar mengenal sosok seorang Jokowi.
Karier politik Jokowi bermula pada Pilkada Solo 2005. Lewat lobi seorang teman, Slamet Rahardjo, Jokowi menyatakan niat mencalonkan diri sebagai Walikota melalui Partai Amanat Nasional (PAN). Penulis sendiri adalah Anggota Majelis Pertimbangan Partai Amanat Nasional (PAN).
Forum resmi PAN di Hotel Agas Mangkubumen merestui langkah itu. Dr. Istar Yuliadi dipilih sebagai calon wakilnya. Namun, sebelum pemilihan berlangsung, Jokowi beralih ke PDI-P, meninggalkan PAN yang kemudian mengusung calon lain, Drs. A. Poernomo.
Hasilnya, Jokowi menang untuk periode 2005–2010, dan kembali menang di periode 2010–2015.
Prabowo, Megawati, dan Jalan ke DKI
Tahun 2012 menjadi titik balik. Jokowi meminta restu Megawati Soekarnoputri untuk maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. Megawati sempat menyarankan agar Jokowi mencari pengalaman di tingkat provinsi, misalnya di Jawa Tengah.
Di sinilah Prabowo Subianto masuk. Ia menawarkan dukungan penuh bagi Jokowi. Pertemuan di Jakarta memperkenalkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai calon wakil gubernur. Pertemuan ini dilakukan oleh 5 (lima) orang termasuk teman Penlis, Bambang Saptono.
Meski sempat kaget dengan kehadiran Ahok, Jokowi tak bisa menolak. Prabowo melobi Megawati agar PDI-P mengusung pasangan Jokowi–Ahok. Akhirnya, Megawati setuju, dan sejarah mencatat pasangan ini menang di Pilkada DKI 2012.
Fakta ini menunjukkan: peran Prabowo dalam mengorbitkan Jokowi ke panggung nasional jauh lebih dominan ketimbang Megawati.
Oligarki Kapital dan Campur Tangan Asing
Sejak kemenangan di Jakarta, Jokowi disebut-sebut mulai dikendalikan oligarki kapital— jaringan pengusaha besar, elit politik, dan kepentingan modal asing.
Bahkan, menurut Hendro Priyono, Amerika Serikat kerap ikut memengaruhi pemilihan kepala negara di Indonesia. Pada periode pertama Jokowi, oligarki kapital berkiblat ke Amerika di bawah Presiden Barack Obama.
Namun, periode kedua menunjukkan pergeseran. Donald Trump yang berfokus ke dalam negeri membuat oligarki lebih condong ke Tiongkok yang agresif lewat proyek Jalur Sutra Maritim.
Proyek Strategis Nasional dan Kekhawatiran Baru
Lewat Proyek Strategis Nasional (PSN), Tiongkok membiayai pelabuhan, jalan tol, kawasan industri, hingga perkebunan di sepanjang jalur maritim Indonesia.
Investasi besar ini membawa dua sisi mata uang: di satu sisi pembangunan infrastruktur melesat, di sisi lain muncul kekhawatiran intervensi asing, transfer penduduk, bahkan ancaman kedaulatan ekonomi. Invasi Tiongkok dan transfer Penduduk berkedok buruh atau tenaga kerja. Bahwa yang demikian ini membuka celah Tiongkok melakukan invasi dan aneksasi wilayah sehingga mengorbankan rakyat.
Seandainya pemerintah lebih jeli, proyek ini seharusnya bisa memberi keuntungan strategis bagi Indonesia, bukan justru membuka celah intervensi politik dan ekonomi.
Pelajaran untuk Pemilu 2029
Pengalaman dua periode pemerintahan Jokowi, menjadi pengalaman kita resiko menampilkan Calon Pemimpin yang lemah.
Banyak pejabat, partai politik, hingga anggota legislatif tersandera kasus korupsi dan kepentingan modal. Pemilu 2029 harus menjadi momentum perubahan. Jokowi diharapkan bersedia diadili atas tuntutan rakyat untuk membongkar persekongkolan jahat yang terjadi.
Partai politik wajib mencalonkan kepala daerah, calon presiden, dan calon legislatif dari kader internal yang berintegritas, bukan pendatang baru dengan modal besar atau sokongan oligarki.
Penutup: Demokrasi yang Berdaulat
Perjalanan politik Jokowi dari Solo ke Jakarta bukan sekadar kisah sukses seorang pengusaha mebel menjadi presiden. Di baliknya ada dinamika kekuasaan, kepentingan modal, hingga campur tangan asing yang membentuk arah politik negeri ini.
Bangsa ini harus belajar dari pengalaman. Demokrasi seharusnya melahirkan pemimpin berdaulat, bukan boneka oligarki.
Pemilu 2029 harus menjadi titik balik menuju politik yang bersih dan berpihak pada rakyat.
Thanks for reading Jokowi Dari Solo Ke Jakarta, Diantara Oligarki dan Politik Kekuasaan | Tags: Politik
« Prev Post
Next Post »
0 Comments on Jokowi Dari Solo Ke Jakarta, Diantara Oligarki dan Politik Kekuasaan
Posting Komentar