Tampilkan postingan dengan label Peristiwa Budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Peristiwa Budaya. Tampilkan semua postingan

Gusti Mung : Hari Ini Gamelan Sekaten Ditabuh

Agustus 29, 2025


 Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari Koes Moertiyah selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat . Foto : Yani

GUGAT news.com SOLO 

Diterangkan oleh beliau Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari Koes Moertiyah yang akrab disapa Gusti Mung ini, kedua gamelan Sekaten milik Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sudah dibawa dari Keraton untuk selanjutnya di gelar di Pagongan lor dan Kidul Masjid Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

"Alhamdulillah...tidak kurang dari 500 abdi dalem yang bertugas untuk membawa Gamelan Sekaten Kyai Guntur Sari dan Kyai Guntur Madu sudah selesai dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menuju Pagongan lor dan Kidul Masjid Agung. Bakda jamaah shalat Jum'at, keduanya akan ditabuh saling bergantian selama 7 hari. Dari pagi hingga malam hari," terang Gusti Mung.

Kebetulan, lanjut Gusti Mung, tahun ini masuk tahun dzal dalam kelahiran Nabi besar Muhammad SAW, sehingga ada beberapa rangkaian yang harus dijalani oleh Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Selesai dari Gerebeg Mulud dengan hajad Ndalem gunungan, akan dilanjutkan lagi dengan memasak makanan nasi dengan Dandang atau tempat memasak beras menjadi nasi dengan wadah yang cukup besar, Kyai Duda.

Untuk memasak makanan nasi nya ada Ndalem Gondorasan rumah khusus yang dipakai untuk masak memasak uba rampe sesajen dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Sedangkan uba rampe atau peralatan bahan masak nya termasuk bahan pembuatan tungku dapur diambilkan dari trah Demak, Dinasti Mataram Islam serta peninggalannya. Misalkan air diambil dari Klaten dan Boyolali.

" Beberapa bahan baik masakan, air dan tanah untuk pembuatan tungku dapur khusus diambilkan dari Demak. Air dan Sunan Tembayayat, Bayat, Klaten serta dari Pengging Boyolali. Silakan nantinya wartawan bisa meliputi di Gondorasan serta bisa juga saat berlangsungnya Kembul Bujono atau makan bersama di dalam keraton. Ada beberapa ritual yang memang dilarang wartawan masuk untuk liputan, karena kesemuanya dikerjakan putri," tutur Gusti Mung sambil menambahkan juga ada rangkaian penggantian langse, selimut Sultan Agung Hanyokrokudumo. #Yani

Rusaknya Alun alun Kidul Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Usai Revitalisasi

Agustus 27, 2025


 Pasar malam sambut Sekatenan 2025 di Alun alun Kidul Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

GUGAT news.com SOLO

Tampaknya sah dan wajar saja, jika apa yang menjadikan kekhawatiran banyak orang khususnya warga Kota Solo menjadi kenyataan, rusaknya Alun alun Kidul Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat setelah selesai dari revitalisasi. Bukan tanpa alasan, jika banyak orang mengkhawatirkan tentang kondisi Alun alun Kidul atau yang biasa disebut Alkid akan rusak pasca dari revitalisasi.

"Saya tidak tahu menahu tentang revitalisasi Alun alun Kidul serta Lor, baik kegunaannya setelah selesai revitalisasi. Saya tidak mau cawe cawe ngurusi Alun alun Kidul dan Lor Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, takut salah. Sumonggo, silakan saja bagi yang lebih tahu. Mau dipakai untuk apa, secara pribadi saya tidak mau terlibat di dalamnya," tegas Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Puger.

Ditegaskan lagi oleh beliau Gusti Puger, panggilan akrab KGPH Puger, salah satu Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono (PB) XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang juga merupakan adik kandung Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang bertahta saat ini, jika dirinya sama sekali tidak pernah turut campur baik sebelum hingga selesainya revitalisasi Alun alun Kidul dan Lor Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Selain memang tidak dilibatkan, saat itu keberadaannya tinggal jauh dari keraton.

Sumonggo, silakan saja, masih menurut penuturan Gusti Puger, bagi yang lebih tahu tentang dari sejarahnya hingga kegunaannya Alun alun Kidul dan Lor. Boleh tidaknya dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat luas yang akhirnya terjadi transaksi adanya' sewa menyewa lahan tanah Alun alun yang setelah selesai direvitalisasi. Setidaknya, wajar dan sah saja jika banyak warga masyarakat khususnya orang Solo, mengkhawatirkan akan rusak, khususnya rerumputan hijau di Alkid, sebab, adanya kegiatan Pasar Malam Sekatenan 2025. 

Apa yang menjadikan rasa keprihatinan serta kekhawatiran masyarakat pun sebenarnya sudah terjadi pada bulan sebelumnya. Rumput yang semula menghijau berubah mengering kuning dan.mati. Bukan hanya itu saja, tak jarang kalau hujan turun menjadikan kubangan tersendiri di beberapa tempat. Kesemuanya itu bermula dari adanya kegiatan Pesta Rakyat menyambut Hari Kartini pada bulan April - Mei yang tidak kurang selama 1 bulan.

Berdasarkan Pemantauan GUGAT news di lapangan, belum sempat kondisi rumputnya kembali menghijau, saat ini kembali dan gelar Pasar Rakyat untuk menyambut datangnya Perayaan Maulud Nabi Muhammad SAW yang biasa dikenal dengan sebutan Sekaten. Tidak kurang kegiatan Sekatenan berlangsung lebih dari satu bulan. Mulai dari 2 Agustus sampai 16 September. Bisa dibayangkan, khususnya tanaman rumputnya akan kembali rusak. Semoga saja tidak dengan fasilitas pendukung lainnya. Trotoar, hiasan lampu dan shelter UMKM. #Yan 1.

Gusti Puger Enggan Menyoal Kegiatan Alun alun Keraton

Agustus 14, 2025


 Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Puger salah satu Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono (PB) XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Foto : Yani

GUGAT news.com SOLO

Ditemui di ndalem Kapugeran Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, salah satu Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono (PB) XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang  juga merupakan adik kandung Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, menegaskan jika dirinya tidak pernah terlibat dengan revitalisasi, renovasi Alun alun Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, baik Lor maupun Kidul.

"Saya tidak pernah terlibat apalagi dilibatkan dalam kegiatan revitalisasi maupun renovasi Alun alun Kidul juga Alun alun Lor Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, sehingga masalah adanya pasar malam yang dapat gelar bulan lalu untuk peringatan hari Kartini serta Pasar Rakyat Sekatenan itu, sama sekali tidak tahu. Sumonggo, silakan saja bagi yang berkompeten pasti lebih tahu baik buruknya sehingga menjadikan rusaknya rumput," ujar KGPH Puger.

Konsultan Spiritual Islam Solusi Segala Problema, Nikah Siri, Rukyah dll. Hub : A.A.Yani. Perumahan Pondok Baru Permai Blok K nomor 44 RT08 RW 12 Gentan, Baki, Sukoharjo, Jawa Tengah 

Ditambahkan Gusti Puger, panggilan akrab KGPH Puger, dirinya sepertinya tidak perlu untuk mengurusi adanya dampak kerusakan pada rumput hijau di Alun-alun Kidul setelah selesai Pasar Rakyat Kartinian beberapa bulan lalu, dan kini tidak kurang dari 45 hari dipakai untuk kegiatan Pasar Malam Sekatenan 2 Agustus 16 September. Pastinya kerusakan rumput sudah semenjak bulan April lalu yang hingga kegiatan Sekatenan saat ini, kondisi rerumputan di Alun-alun Kidul belum pernah lagi dibenahi.

Bukan kami tidak peduli, lanjut Gusti Puger, hanya saja enggan dan takut salah dan disalahkan untuk ikut cawe cawe, campur tangan akan keberadaan Alun alun Kidul dan Lor. Sumonggo, silakan saja bagi yang tahu tentang perawatan Alun alun Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Mudah-mudahan tidak berdampak buruk akan lokasi Alun alun Kidul yang belum lama dari selesai revitalisasi sudah diskusi kegiatan pasar Pesta Rakyat, Kartinian dan kini Sekatenan.

"Saya tidak tahu, baik Alun alun Kidul dan Lor merupakan bagian kewenangan siapa sebagai pelaku pengelolaan nya. Entahlah itu kuasa Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sepenuhnya atau Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari Koes Moertiyah selaku ketuanya . Saya tidak pernah mengikuti tentang renovasi dan revitalisasi Alun alun Kidul dan Lor. Sekali lagi, sumonggo silakan saja bagi yang berwenang," papar Gusti Puger seraya tersenyum penuh arti.

Seperti diketahui, begitu selesai Gelaran Pesta Rakyat sambut Hari Kartini bulan April lalu, suasana Alun alun Kidul tampak ada beberapa kerusakan setelah revitalisasi. Rumput hijau berubah menjadi kekuningan dan mengering, tanah yang semula datar dengan hijau suburnya rerumputan berubah menjadi berlubang di beberapa lokasi. Sehingga kalau hujan turun menjadikan kubangan air tersendiri. #Yani

Di Keraton Bersama Gusti Puger Puspo Wardoyo Bercerita Saat Masa Mudanya

Mei 02, 2025


 Puspo Wardoyo Bersama Gusti Puger serta guide bercerita tentang sejarah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Foto : Yani

GUGAT news.com SOLO

Pertemuan sahabat semasa mudanya saat masih bareng duduk di bangku SMA Negeri 4 Solo, owners Ayam Bakar Wongsolo Grup, founder Makanku serta pemilik destinasi wisata air dan edukasi Kali Pepe Land, Puspo Wardoyo dengan beliau Kangjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Puger, salah satu Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono (PB) XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, tampak akrab familiar.

Bangsal Pradonggo Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat saat itu, Kamis (1/5) siang merupakan tempat lokasi "reunian" temu kangen yang sudah lama beberapa tahun keduanya, baik Puspo Wardoyo dan Gusti Puger tak pernah saling bertemu. Sehingga tidaklah mengherankan lagi, jika keduanya saling berbagi cerita masa lalu, masa remaja di saat keduanya masih duduk di bangku SMA Negeri 4 Solo.

" Saya IPA 1 sedangkan Bandono, nama kecil KGPH Puger waktu itu duduk di IPA 3. Selain Bandono juga ada sekitar 6 saudaranya di SMA Negeri 4 Solo. Ada Moertiyah, Indriyah, Diro, Darmanto juga Benowo, belum lagi kakak kakaknya Bandono juga di SMA Negeri 4 Solo. Bahkan dengan Sinuhun PB XII, saya juga kenal, malahan pernah diberi kekancingan gelar bangsawan Kangjeng Raden Tumenggung (KRT)," cerita Puspo tertawa.

Saat itu, lanjut Puspo Wardoyo, sekitar tahun 2000 an, bersama beberapa orang pejabat pusat, Marjuki Usman, Rahadi Ramelan dan pejabat lainnya kami dilantik oleh beliau Sinuhun PB XII sebagai kerabat Ndalem Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Sehingga Bukan tanpa alasan, bilamana dirinya cukup peduli dengan kegiatan kebudayaan keraton. Bukan hanya itu saja, dengan mereka para abdi dalem pun ia peduli.

"Alhamdulillah...hari ini pas ada waktu longgar dan kebetulan mumpung ada di Solo, saya sempatkan  untuk bermain ke keraton sekaligus bertemu dengan Bandono sehingga bisa ngobrol sambil mengingat kenangan masa remaja saat di SMA Negeri 4 Solo. Bukan hanya itu saja, tidak akan pernah saya tinggalkan untuk berbagi rejeki dengan mereka abdi dalem. Dengan mereka pun kami juga akrab dan sering berbagi," ujar Puspo Wardoyo yang disambut ucapan puluhan abdi dalem dengan kata matur sembah nuwun...alias terimakasih.# Yani


Sah dan Wajar Jika KGPH Purboyo Mengaku Nyesel Gabung Republik

Maret 07, 2025


 Dr H Muhammad Kalono SH MSi Konsultan hukum yang cukup terkenal di Solo dan Pengamat Budaya dan sering bertemu dengan Sinuhun Paku Buwono (PB) XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Foto : Yani

GUGAT news.com SOLO

Ditegaskan oleh beliau pengacara kondang asal Solo yang sekaligus merupakan pengamat budaya yang sering melakukan diskusi dengan Sinuhun PB XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Dr H Muhammad Kalono SH MSi, sah dan wajar saja jika salah satu Putra Ndalem Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, KGPH Purboyo mengeluarkan statement ' Nyesel Gabung Republik " di sosial media dan viral.

"Pastinya bukan tanpa alasan, KGPH Purboyo sampai berani mengeluarkan statement yang akhirnya menjadikan gegernya dunia maya diantara pro dan kontra. Justru insiden itu merupakan keberanian tersendiri dari seorang pangeran muda Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Memang, sebenarnya akan lebih tepat jika uneg uneg itu diungkapkan oleh para Putra Putri Ndalem Sinuhun PB XII. Bukan berarti cucu PB XII mengunggah itu salah, justru harus diunggah ke piblik masyarakat luas," tandas Dr H Muhammad Kalono SH MSi.

Masih menurut penuturan Ustadz Kalono, panggilan akrab Dr H Muhammad Kalono SH MSi, mungkin Pangeran Purboyo sudah menunggu cukup lama agar apa yang menjadikan amanah Sinuhun PB XII untuk lebih mendahulukan kepentingan sekaligus kesejahteraan masyarakat Indonesia itu, segera diwujudkan bukan terus disengsarakan seperti sekarang ini. Lebih mementingkan golongan, pribadi dan pejabat, oligarki serta asing dengan banyak mengorbankan rakyat.

Ditambahkan Kalono, Sinuhun PB XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat lah yang kali pertama monarki atau kerajaan di seluruh Nusantara yang ada 237 kerajaan mau mengakui sekaligus mendukung dengan dana dan fasilitas lahan di berbagai daerah akan kemerdekaan tanah air. Kesemuanya itu diharapkan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, namun apa yang terjadi, rakyat selalu dikalahkan.

"Sehingga perlu didukung sikap yang diambil oleh beliau salah satu Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang kini bergelar Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom KGPAA Hamangkunegoro Sudibyo Rajaputra Narendra Mataram Merasa " Nyesel Gabung Republik" Tak perlu disikapi emosi, bijak bersikap. Sudah beberapa banyak aset Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat diambil alih oleh negara?"tandas Ustadz Kalono.

Jauh sebelum republik ini ada, lanjut Ustadz Kalono, Nagari Surakarta dengan ibukota nya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, sudah terwujud. 17 Pebruari 1745 berdirinya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang 200 tahun kemudian, barulah ada kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Sehingga bisa dipastikan lagi, banyak peninggalan aset kekayaan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat bertebaran di berbagai daerah di Nusantara. 

" Disini perlunya sikap bijaksana dan kenegaraan dalam memahami uneg-uneg kekecewaan yang telah diungkapkan oleh Pangeran Purboyo. Tidak perlu difahami secara emosional, justru perlunya ada semacam perenungan mendalam dari pola pikir anak muda, Bendoro atau cucu dari PB XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat ini dalam menyikapi. Sah dan wajar saja kalau Pangeran Purboyo harus mengungkapkan kegelisahan rakyat yang harusnya sejahtera sesuai amanah PB XII malahan sekarang ini rakyat merana!" pungkas Dr H Muhammad Kalono SH MSi. #Yanj.

Dikira Wongsolo Puspo Wardoyo Ternyata Akhmad Dhani

Februari 07, 2025


 Akhmad Dhani bersama isterinya Mulan Jameela saat menghadiri acara ritual sakral Tingalan Jumenengan KGPAA Mangkunegara X Puro Mangkunegaran Solo. Foto; Yani

GUGAT news.com SOLO.

Ada peristiwa yang cukup menarik di sela sela kegiatan acara ritual sakral saat hendak berlangsungnya prosesi adat Tingalan Jumenengan KGPAA Mangkunegara X yang kali ke 3 nya, Jum'at pagi (7/2) di Puro Mangkunegaran, Solo. Menariknya, tidak sedikit wartawan dibuatnya tertawa dengan kejadian lucu dan pastinya menarik.

Bagaimana tidak menarik, begitu puluhan wartawan mendadak sontak pandangan harus tertuju ke arah melaju pelan memasuki halaman Ndalem Ageng sebuah Mobil Jeep Mercy dengan berpelat nomorkan W 50 LO, beberapa wartawan saling berbisik sekaligus menduga duga dan sedikit merasa aneh dengan kedatangan Pak Puspo Wardoyo owners Ayam Bakar Wongsolo Grup, founder Makanku serta pemilik destinasi wisata air dan edukasi Kali Pepe Land.

 " Lho itu mobilnya Wongsolo W 50 LO... Wongsolo datang.. Wongsolo datang. Dulu Bu Nita istrinya Pak Puspo datang pada Tingalan Jumenengan Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, kalo ini silaturahmi ke Tingalan Jumenengan Mangkunegaran..." kasak kusuk beberapa wartawan yang memang sudah familiar dengan beberapa mobil W 50 LO dengan beragam jenis mobilnya.

Sontak puluhan wartawan yang telah berdiri tidak jauh dari Mobil Jeep Mercy W 50 LO yang parkir persis di depan Ndalem Ageng, dibuatnya tertawa kecil bagaimana tidak, ternyata eh ternyata begitu pintu mobil Jeep mewah mulai terkuak dan tampak wajah Akhmad Dhani yang ternyata bukan Puspo Wardoyo bersama istri, melainkan Akhmad Dhani dan Mulan Jameela yang berbusanakan adat Jawa.

Akhmad Dhani dan Mulan Jameela pun dibuatnya sedikit bingung dengan beberapa pertanyaan wartawan yang justru malahan menanyakan ketidak hadiran Puspo Wardoyo bersama istrinya. Bukan tanpa alasan, bilamana wartawan bertanya soal Wongsolo Grup, selain wartawan sendiri sudah cukup familiar dengan kepemilikan mobil Puspo Wardoyo, tahun lalu Bu Nita istrinya Puspo Wardoyo hadir pada Tingalan Jumenengan Sinuhun PB XIII. Siapa tahu kali ini hadir pada Tingalan Jumenengan KGPAA Mangkunegara X.

Sambil tersenyum serta merta pamit dengan puluhan wartawan yang masih mengerubuti, Dhani bersama isterinya Mulan Jameela pun segera berlalu untuk meninggalkan wartawan dan langsung berjalan memasuki ke Pendopo Ndalem Ageng guna mengikuti jalannya prosesi ritual sakral Tingalan Jumenengan KGPAA Mangkunegara X yang ke tiga kalinya, Jumat pagi (7/2). #Yani.



Kenapa LDA Juga Gelar Wilujengan Nagari Mahesa Lawung? Ini jawaban KP Edhie Wirabhumi,

November 03, 2024


 Kanjeng Pangeran (KP) Dr Edhie Wirabhumi SH MH Konsultan Hukum Lembaga Dewan Adat (LDA,) Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang menyataksn perlunya LDA juga Gelar Wilujengan Nagari Mahesa Lawung.

GUGAT news.com, SOLO 

Dikonfirmasi disela-sela selesai dari kegiatan ritual sakral Wilujengan Nagari Mahesa Lawung, Kamis Legi (31/10) siang, kenapa wilujengan tidak perlu dibarengkan dengan yang dilakukan oleh Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII, KP Dr Edhie Wirabhumi SH MH menjawab singkat,"Mereka belum legowo, belum bisa menerima secara sepenuhnya keputusan hukum tertinggi di Indonesia dari Mahkamah Agung (MA)."

"Mereka belum bisa menerima secara seutuhnya akan apa yang telah menjadi dan ditetapkan oleh pemerintah melalui putusan hukum dari Mahkamah Agung (MA) jika yang sah itu putusan hukum MA tentang Bebadan yang juga dibuat oleh Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari Koes Moertiyah MPd, selaku Pengageng Sasana Wilopo serta Ketua LDA. Kenapa melanggar putusan MA yang jelas telah membatalkan bentukan Bebadan tahun 2017," ujar KP Dr Edhie Wirabhumi SH MH.

Malahan kalau menggunakan Bebadan tahun 2017, lanjut Kanjeng Wirabhumi justru sudah melanggar dari aturan yang telah ditetapkan oleh MA. Sehingga harus kembali kepada putusan MA dengan bentukan Bebadan tahun 2004. Termasuk dari bagian telah menyalahi aturan MA sehingga merupakan bagian dari perbuatan melawan Hukum dan menjadi batal secara hukum, sehingga harus kembali menggunakan aturan Bebadan tahun 2004.

Sebagai warga negara yang baik dan taat kepada aturan hukum pemerintah yang telah ditetapkan MA, semuanya harus konsekuen tunduk dan patuh akan hukum negara. Kalau saja masih nekat menggunakan Bebadan tahun 2017 berarti bagian dari wujud nyata merupakan tindakan menyalahkannya kedudukan sekaligus kewenangan. 

"Dan kami menggelar wilujengan nagari Mahesa Lawung pada setiap tahunnya itu bukan tanpa alasan, bahkan LDA senantiasa konsisten dengan gelaran budaya yang dilakukan oleh Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sesuai dengan pakem nya, pastinya tidak menyalahi aturan yang sudah dibuat dan telah ditetapkan oleh leluhur," tegas Kanjeng Wirabhumi.

Seperti kali ini, ditambahkan Kanjeng Wirabhumi, wilujengan nagari Mahesa Lawung, LDA memang sengaja untuk mengambil waktunya lebih pagi dari biasanya tahun tahun sebelumnya. Mengingat kondisi tengah musim hujan, agar urutan ritual spiritualnya bisa terjalanj semuanya. Karena wilujengan nagari Mahesa Lawung ini cukup penting. Doa keselamatan, masyarakat, bangsa dan negara. Termasuk untuk pejabat. #Yani.

Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Gelar Wilujengan Nagari Mahesa Lawung

November 01, 2024


 Sesaji Wilujengan Nagari Mahesa Lawung Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat,  berupa Potongan Kepala Kerbau dan sesajian lainnya di doakan terlebih dahulu oleh ulama di Sitihinggil Lor. Foto : Achmad.

GUGAT news.com SOLO

Sebelum wilujengan nagari Mahesa Lawung dilakukannya oleh beliau Sinuhun Paku Buwono (PB) XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat melalui Dawuh Ndalem Pengageng Perintah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Adipati (KGPH Adp) Dipo Kusumo, telah dilakukan terlebih dahulu oleh LDA (Lembaga Dewan Adat) Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dalam hal ini, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari Koes Moertiyah MPd selaku ketua.

Untuk masalah hari, baik dari Sinuhun PB XIII dengan LDA sama, jatuh pada Hari Kamis (31/10). Hanya selisih waktunya saja, untuk Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang langsung dipimpin oleh beliau KGPH Adp Dipo Kusumo. Baik dikeluarkannya dari Keraton menuju Sitihinggil Lor untuk didoakan terlebih dahulu hingga pemberangkatan sesajian wilujengan nagari Mahesa Lawung dengan potongan kepala kerbau sebagai sesaji utama.

Selesai Didoakan oleh ulama keraton yang tidak lebih selama satu jam, dengan diawali pasukan bergodo Devile Drumband Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat prajurit keraton, tepat pukul 09.00 WIB mulai meninggalkan Sitihinggil Lor. Iring iringan pembawa sesaji dengan senantiasa mengumandangkan bacaan Shalawat Nabi, mulai memasuki Sasana Sumewa Pagelaran Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang sebelumnya dipergunakan LDA untuk doa wilujengan nagari Mahesa Lawung.

Begitu iring iringan sesajian yang diawali oleh potongan kepala kerbau yang terbungkus kain mori putih, disusul puluhan sesajian caos dahar lainnya yang akan dibawa menuju Alas Kerendhawahana, 15 km ke arah utara dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang sudah masuk wilayah Kabupaten Karanganyar. Khususnya sesajian dari kepala kerbau, ditanam. Di sekitar Pohon Beringin Putih. Sedangkan dupa kemenyan ditaruh pada punden Beringin Putih. 

Untuk nasi gurih, dipakai sebagai bagian dari bancaan kembul bujono, makan bersama sama. Dari Putra Putri Ndalem Sinuhun Paku Buwono (PB) XII serta Putri Ndalem Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Sentana Ndalem, Kerabat Ndalem hingga abdi dalem. Pastinya, usai kembali didoakan di altar Pohon Beringin Putih. Selain Pengageng Perintah Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat KGPH Adp Dipo Kusumo, salah satu Putra Ndalem Sinuhun PB XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, hadir putri ndalem lainnya.

Ada GKR Alit, Putri Ndalem Sinuhun PB XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang tertua, kakak dari Sinuhun PB XIII, Gusti Ras, Gusti Rahma serta GKR Timur Rumbai dan GKR Dewi yang keduanya merupakan Putri Ndalem Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Kabarnya,meski harinya berbarengan saat Wilujengan Nagari Mahesa Lawung Sinuhun PB XIII dengan LDA pada Kamis Legi 31 Oktober namun jamnya hanya berselisih 1 jam, sehingga tidak ada waktu "benturan"   saat tiba di lokasi Alas Kerendhawahana. Begitu LDA selesai, mobil truck dari BRIMOB berpenumpang abdi dalem pembawa sesaji potongan kepala kerbau Mahesa Lawung tiba di lokasi. Sehingga hanya berpapasan dengan iring iringan mobil LDA dan Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta. # Yani.

Petilasan Keraton Kasultanan Pajang Gelar Haul

Oktober 30, 2024


 Bacaan Shalawat dikumandangkan di Petilasan Kasultanan Pajang yang ada di Desa Sonojiwan, Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo untuk bagian dari ritual Haul Sultan Hadiwijaya, Joko Tingkir yang kali pertama di selenggarakan. Selasa (29/10) malam. Foto : Yani 

GUGAT news, com SUKOHARJO 

Malem itu, di Petilasan Kasultanan Pajang tampak tidak seperti biasanya, ramai dengan pengunjung yang hendak tirakatan ngalap berkah, berharap berkah dari Gusti Kang Murbeng Dumadi Akaryo Jagad Allah SWT, melalui doa doa yang dipanjatkan di area peninggalan sejarah leluhur Kasultanan Pajang Sultan Hadiwijaya, melainkan ramai dengan suasananya Haul Sultan Hadiwijaya yang digelar baru kali pertama.

" Kami tidak tahu sepenuhnya acara yang berlangsung malam hari ini di Petilasan Kasultanan Pajang Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir abad 15 silam. Itu sepertinya kegiatan yang digelar oleh anak anak muda Makamhaji yang melibatkan pendana penyuka budaya sekaligus pegiat budaya. Meski baru kali pertama di gelar, namun cukup ramai, meriah,' ujar pemuda aktifis Masjid Sonojiwan yang keberatan disebutkan namanya.

Untuk diketahui, selain di Kampung Sonojiwan itu ada Petilasan Kasultanan Pajang atau yang populer dengan sebutan Gumuk, dan merupakan petilasan Gedung Senjata Sultan Hadiwijaya, ramai dikunjungi orang dari berbagai daerah untuk ngalap berkah, namun juga ada bangunan kecil dari peninggalan KRA Suradi yang kini disebut sebagai peninggalan Keraton Kasultanan Pajang dan pada saat ini masih  ada peninggalan berupa Masjid Agung Sonojiwan.

Berdasarkan pemantauan GUGAT news, malam itu memang cukup meriah dengan adanya Haul Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir, setidaknya ada ratusan tamu yang hadir memenuhi halaman Petilasan Kasultanan Pajang dengan beberapa kegiatan di atas panggung berukuran besar tersebut. Sebelum acara dimulai, ada penyerahan sedekah kepada 30 anak anak yatim oleh panitia.

Dilanjutkan dengan gelaran tabuhan musik Hadrah sekaligus bersamaan dengan dikumandangkannya bacaan shalawat Nabi Muhammad SAW. Tampak pengunjung yang memenuhi halaman Petilasan Kasultanan Pajang, emak emak berbaur dengan bapak yang duduk secara lesehan di gelaran tikar. Sedangkan ada puluhan dari mereka anak anak muda pesilat dari Pagar Nusa, Kera Sakti, perguruan pencak silat SH Terate berdiri berkeliling sebagai pagar pengamanan. 

Sebelum bacaan shalawat Nabi Muhammad SAW di kumandangkan lagi, ada semacam pesan dan petuah oleh Habib Doreng yang mengulas tentang kebesaran Sultan Hadiwijaya sekaligus banyak sekali berjasa dengan syi'ar Islam nya di berbagai daerah di Nusantara. Waktu itu Indonesia belum ada, sedangkan berdirinya Kerajaan Pajang sekitar tahun 1568. Abad 15 silam.

"Saya tidak terima jika Sultan Hadiwijaya, Joko Tingkir yang seoarang raja besar dan penyampai Wahyu Ilahi dan bahkan kalau dirunut beliau masih  memiliki keturunan dari Rasulullah Muhammad SAW, Kok dilecehkan dengan syair lagu "Joko Tingkir Ngombe Dawet" rasanya kalau bisa ketemu akan saya tampar mulutnya," tegas Habib Doreng yang langsung meminta hadirin pengunjung untuk bershalawat. # Yani.




Kebesaran Jasa Ki Ageng Beluk Laweyan Terabaikan

Oktober 29, 2024


 Jembatan Laweyan di atas Sungai Jenes yang menghubungkan Kampung Batik Laweyan menuju bekas peninggalan Ki Ageng Henis, Masjid Laweyan, Pajang. Masjid Tertua di Kota Solo (1546). Foto : Yani.

GUGAT news.com, SOLO

Ditegaskan oleh beliau Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger, salah satu Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono (PB) XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, bisa jadi kalau saja tidak ada peranan penting dan jasa pastinya dari Ki Ageng Beluk, mungkin adanya Dinasti Mataram Islam tidak akan terwujud. Termasuk peninggalan Masjid Laweyan, masjid tertua di Kota Solo. Dan pastinya masih banyak sejarah lainnya.

Artinya, keberadaan Ki Ageng Beluk jauh lebih dahulu ada di Kampung Laweyan, kampung tertua di Kota Solo. Adalah Ki Ageng Beluk dang pemilik dari  Pure yang kala itu dipergunakan sebagai padepokan sekaligus tempat peribadatan bagi umat pemeluk agama Hindu. Adalah Bedinde Ki Ageng Beluk, Tokoh petinggi umat beragama Hindu di pinggiran Kampung Laweyan atau sebelah barat dari Sungai Jenes yang akhirnya dikenal sebagai Kampung Pajang.

Datanglah Ki Ageng Henis, Ulama Besar yang diutus Sunan Kudus dari Demak Bintoro untuk mendampingi saat itu Mas Karebet atau Joko Tingkir, karena pada waktu itu belum bergelar Sultan Hadiwijaya Kerajaan Kasultanan Pajang pun juga belum berdiri. Dimaksud untuk menghindari dari adanya ancaman akan adanya pembunuh Arya Penangsang kepada Joko Tingkir. Singkatnya dari adanya sering bertemu diantara kedua tokoh Islam dan Hindu itu Ki Ageng Henis dan Ki Ageng Beluk, menjadikan tertariknya Ki Ageng Beluk untuk memeluk Agama Islam.

" Begitu memeluk Islam, yang semula Pure untuk peribadatan Hindu sekaligus padepokan milik dari Ki Ageng Beluk, secara tulus ikhlas diberikannya kepada sahabat muslimnya Ki Ageng Henis untuk dipakai sebagai sarana rumah ibadah. Berdirilah Masjid Ki Ageng Henis (1546) dari bekas Pure rumah peribadatan Hindu. Dan berganti nama Masjid Laweyan, setelah banyak mengalami renovasi dari PB X Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat," terang GPH Puger.

Sehingga dalam.hal ini,lanjut Gusti Puger, panggilan akrab GPH Puger, perlunya juga memberikan applaus, apresiasi perhatian tersendiri terhadap keberadaan makam Ki Ageng Beluk yang justru berada di luar area makam dari Pasareyan Ndalem Ki Ageng Henis yang merupakan cagar budaya, di Laweyan. Sedangkan nilai historis, sejarah dari keberadaan serta jasa besar Ki Ageng Beluk tampak seperti terabaikan, jarang disentuh publik dan sepi peziarah. "Ini cukuplah memprihatinkan!"tandas Gusti Puger, prihatin.

Padahal, tidak bisa dipungkiri manakala keberadaan berdiri dan adanya madjid tertua di Kota Solo, ya masjid Laweyan itu merupakan bagian hibah dari Ki Ageng Beluk kepada Ki Ageng Henis. Boleh jadi, tanpa rasa ketulusan ikhlas hati dari seorang Ki Ageng Beluk, warga masyarakat Kota Solo, Kampung Laweyan khususnya tidak akan pernah memiliki masjid yang sangatlah bisa untuk di banggakan. 

Masjid Laweyan itu bukan hanya tertua di Solo melainkan juga di Yogyakarta, ya Masjid Laweyan itu, pasalnya jika harus dibandingkan Masjid Kotagede yang  dibangun oleh Panembahan Senopati, pendiri Dinasti Mataram Islam, di area Kotagede itu,  sedangkan masa kecil Panembahan Senopati yang bernama Danang Sutawijaya, pastinya belum menjadi raja hidup dan tinggal bersama orangtuanya Ki Ageng Pemanahan di Laweyan dan biasa shalat di Masjid Ki Ageng Henis saat itu yang selanjutnya berganti nama menjadi Masjid Laweyan hingga kini. #Achmad.


Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Bentangkan 1000 Meter Merah Putih Keliling Keraton

Oktober 29, 2024


 Bendera Merah Putih sepanjang 1000 meter Kelilingi Benteng Cempuri dari Kamandungan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang masih ada di dalam Benteng Baluwarti kembali lagi di halaman Kori Kamandungan, pada Senin 28 Oktober 2024. Pagi hingga siang hari. Foto : Achmad.

GUGAT news.com, SOLO.

Pagi itu, suasana  lain tampak mewarnai Kori Kamandungan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang tidaklah seperti biasanya. Usai dikumandangkan adzan sekaligus jamaah shalat subuh di Masjid Paromosono PB III, hiruk pikuk lalu lalang puluhan orang berdatangan dari berbagai daerah di Soloraya, utamanya datang dari wilayah Kabupaten Karanganyar. Ya ratusan orang itu hendak ikut melaksanakan upacara kebangsaan Sumpah Pemuda di halaman Kamandungan.

Seiring berjalannya waktu hingga mendekati pukul 07.00 WIB, bukan hanya ratusan orang melainkan ribuan orang mulai memenuhi area halaman Kamandungan. Bahkan, bukan hanya itu saja, mereka langsung menempati ruangan yang sudah disiapkan oleh panitia Upacara Hari Sumpah Pemuda yang digelar oleh Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Wandansari Koes Moertiyah MPd selaku Ketua Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Dari beragam usia siswa-siswi SD, SMP dan SMA se Kecamatan Pasar Kliwon, sesuai dengan keberadaan lokasi letak nya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, dan ada  tidak kurang dari 300 murid. Ditambah dari kelompok abdi dalem, Sentana Ndalem, Kerabat Ndalem serta Narpo Pandowo, ibu ibu keraton, para bergodo prajurit keraton, komunitas Senopati Mataram, pencak silat binaan Keraton, SH Terate. Hanya dari Korp Musik KOREM Surakarta lah yang begitu selesai upacara, tidak turut mengikuti Bentangan Merah Putih sepanjang 1000 meter mengelilingi Benteng Cempuri Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Begitu pasukan Korp Musik dari KOREM Surakarta selesai menjalankan tugasnya dalam mengiringi kegiatan Upacara Hari Sumpah Pemuda dan langsung pulang menuju ke  markas. Dsn tidaklah lama kemudian muncullah dari Sitihinggil Lor beberapa orang perwakilan yang membawa Bendera Merah Putih, sehingga acara Bentang Bendera Merah Putih Sang Ratih Sribuwana sepanjang 1001 meter pun dimulai. Tepat waktu menunjukkan pukul 08.00 WIB.

Dari Halaman Kamandungan langsung berjalan lurus ke arah timur hingga Ndalem Kapugeran mentok Pusdik top TNI AD, berbelok ke kanan melewati Museum Keraton terus berjalan ke arah selatan hingga Kantor Kalurahan Baluwarti. Ribuan orang yang bertugas membentangkan bendera merah putih sepanjang berkeliling Baluwarti Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, dari mereka yang sebelumnya sudah mengikuti upacara Sumpah Pemuda, kecuali Korp Musik KOREM Surakarta.

Kantor Kalurahan Baluwarti terus lurus berjalan ke arah barat sampai sudut Ndalem Brotokusuman. Dari Ndalem Brotokusuman selanjutnya berjalan lurus ke arah Utara hingga sudut bekas Ndalem Mangkubumi, Mangkuyudan. Dan selanjutnya bejalan lurus ke arah timur lagi hingga berakhir di depan Kori Kamandungan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang merupakan start dan finish.

Berdasarkan pemantauan GUGAT news yang mengikutinya dari start di depan Kori Kamandungan dan kembali berakhir di depan Kori Kamandungan, jarak yang ditempuh berkeliling Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat itu ada sekitar 1.400 meter. Tepat menghabiskan waktu tidak lebih dari 1 jam. Langsung saja, saat selesai berkeliling dengan membentangkan Bendera Merah Putih sepanjang Baluwarti, ribuan orang itupun diistirahatkan di halaman Kamandungan untuk sekaligus menikmati makanan dan minuman yang di sediakan oleh LDA Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat bersama Gusti Mung. #Achmad.

Gusti Puger Menyoal Bandar Semanggi, Nusupan dan Kabanaran

Oktober 27, 2024


 Bandar Nusupan yang ada di Desa Nusupan, Kadokan, Grogol, Sukoharjo. Kabupaten Sukoharjo, ada setelah tahun 1946 setahun setelah Kemerdekaan Republik Indonesia. Foto : Yani.

GUGAT news.com, SUKOHARJO 

Dikatakan oleh beliau Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger salah satu Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono (PB) XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, sebelum ada Bandar Kabanaran, pelabuhan sungai di jaman Kerajaan Kasultanan Pajang Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir abad 15 silam, sudah ada Bandar Semanggi dan Nusupan.

" Belakangan ini, memang yang banyak dan sering disebutkan adalah Bandar Kabanaran yang ada di Kampung Batik Laweyan dan sungainya itu membelah dengan Kalurahan Banaran, Grogol, Sukoharjo. Bisa jadi, keberadaan Bandar Kabanaran, Laweyan diunggah kembali dimaksudkan agar bisa mendongkrak kejayaan destinasi wisata Kampung Batik Laweyan. Lain halnya dengan Bandar Semanggi dan Nusupan yang sebenarnya jauh lebih tua, abad 14 Majapahit. Sayangnya kini mangkrak kurang terurus," jelas Gusti Puger.

Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger salah satu Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono (PB) XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang juga adik kandung Sinuhun PB XIII. Foto : Yani.

Ditambahkan Gusti Puger, panggilan akrab GPH Puger, setelah adanya Bandar Semanggi barulah tak lama kemudian muncul Bandar Nusupan. Dahulunya bukan Sungai Bengawan Solo, melainkan Sungai Bengawan Semanggi. Dari Sungai Bengawan Semanggi muncul adanya Bandar Semanggi yang tak lama kemudian bersebelahan adanya Bandar Semanggi adalah Bandar Nusupan.

Bandar Semanggi dan Bandar Nusupan, lanjut Gusti Puger, hanya dipisahkan oleh sebuah pulau kecil yang disebut Kampung Nusupan. Dan hingga kini, Kampung Nusupan itu masih ada, namun sedikit agak terbelakang minim bangunan mewah apalagi gedung, kecuali bangunan masjid kuno, sehingga jika dibandingkan dengan Kampung Batik Laweyan jauh berbeda. Padahal, orang orang dari Laweyan tersebut leluhurnya kebanyakan berasal dari Kampung Nusupan. Bisa jadi, Kampung Nusupan itu  lebih tua dari Kampung Laweyan. 

Kampung Nusupan dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit abad 14, Kampung Laweyan dikenal bersamaan dengan Pajang  abad 15. Sebagai buktinya, baik Bandar Semanggi ataupun Bandar Nusupan, abad 14 silam sudah biasa dilabuhi, disinggahi perahu niaga dari Gresik, Jawa Timur dan kapal kapal perang dari Kerajaan Majapahit biasa berlalu lalang beroperasi juga berdagang. Barulah setelah  1 abad kemudian muncul dan ada Bandar Kabanaran yang Sungai Jenes nya bagian dari anak Sungai Bengawan Semanggi saat itu.

"Saat Majapahit, belum dikenal sebagai Sungai Bengawan Solo melainkan masih dikenal dengan sebutan sebagai Sungai Bengawan Semanggi. Baik Bandar Semanggi maupun Nusupan, arus airnya dari Sungai Bengawan Semanggi yang sekarang dikenal sebagai Sungai Bengawan Solo, itu setelah adanya Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, abad 17. Dahulunya adanya Bandar Semanggi, Bandar Nusupan abad 14 barulah Bandar Kabanaran abad 15," terang Gusti Puger.

Baik Bandar Semanggi, Nusupan dan Kabanaran, minim sekali diketemukan adanya data pendukungan jika lokasi tersebut memiliki nilai historis yang sangat tinggi. Bahkan Bandar Kabanaran yang lebih muda saja, sudah hilang sama sekali bukti situs bersejarah nya. Mangkrak, pendangkalan dan penyempitan. Justru, belum lama ini, ada diketemukan warga yang melihat semacam kayu penambat kapal saat berlabuh.

"Dahulunya sempat disaksikan oleh beberapa warga saat air Sungai Bengawan Solo mengering. Tampak beberapa bongkahan kayu di tepian Sungai Bengawan Solo yang kabarnya merupakan bagian dari bukti adanya peninggalan sejarah. Tonggak tambatan tali perahu saat berlabuh. Sayangnya, kini sudah mulai tidak tampak lagi. Entah hilang hanyut atau diambil orang tak bertanggung jawab," terang Sardjono (69) asli warga Kampung Nusupan, Kadokan, Grogol, Sukoharjo. #Yani.


Benarkah Nama Sondakan Pemberian PB II Kartasura Bukan Se Jaman Pajang?

Oktober 14, 2024


 Kirab budaya SONDAK Art Festival yang menampilkan sejarah Boyong Kedhaton Kartasura ke Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. (1745). Foto: Yani

GUGAT news.com, SOLO

Belum lama ini, Minggu (13/10) sore, di Kalurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, digelar acara kirab budaya yang bertajuk SONDAK Art Festival. Ada beberapa gelar budaya ditampilkan, salah satu diantaranya Kirab Boyong Kedhaton Kartasura Hadiningrat menuju Desa Solo Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (1745).

Gambaran kirab diupayakan seperti peristiwa pada ratusan tahun silam. Selain ada Sinuhun Paku Buwono (PB) II Keraton Kartasura Hadiningrat yang mendapatkan pengawalan ketat dari pasukan tentara VOC Belanda, tokoh masyarakat sepertinya seorang dukun, Paranormal yang kini disebut spiritual. Tidak ketinggalan pula gambaran adanya rakyat yang turut pindah dari Kartasura ke Surakarta.

Menariknya lagi, ada barikade barisan pembawa bendera pataka, panji panji kebesaran serta barisan pembawa  jodang yang ditandu pastinya berisikan makanan serta  minuman yang mendapatkan pengawalan dari pasukan bergajah. Serasa lengkap sudah hingga karnaval sepertinya menceritakan sejarah asli nya tempo dulu. Memang, masih banyak yang belum ada, misalkan senjata meriam dan lainnya, pastinya kebo bule.

Namun demikian, kirab budaya yang melukiskan suasana Boyong Kedhaton Keraton Kartasura Hadiningrat untuk menuju Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningra, sudah bagus dan bisa dinikmati pemirsa yang berkumpul di sepanjang jalan Dr Rajiman Jongke, Kampung Premulung, Jantirejo hingga sepanjang jalan KH Agus Salim sampai di depan Kantor Kalurahan Sondakan.

Hanya saja, ada yang mengganjal dan sekaligus ingin ditanyakan masalah kebenarannya sejarah oleh mereka orang orang tua yang pernah langsung mendapatkan cerita turun temurun dari kakek neneknya. Benarkah Nama akan Sondakan atas pemberian anugerah dari Sinuhun PB II Keraton Kartasura Hadiningrat yang merasa berhutang Budi setelah diberikan beberapa air dari kelapa oleh Ki Sondoko?

Padahal, dari cerita sejarah turun temurun yang sudah paten dan melegenda, nama Sondakan sudah ada sejak jaman Kerajaan Kasultanan Pajang Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir abad 15 silam. Selain Pajang, Laweyan, Makamhaji, nama Sondakan sudah masuk di dalamnya. Bahkan bukan hanya di Pajang, Makamhaji dan Laweyan saja yang saat ini masih bisa diketemukan Peninggalan sejarah Kasultanan Pajang.

Pajang sendiri dikenal ada petilasan Gudang persenjataannya, Sungai Brojo, kali pertama Raden Pabelan putra Tumenggung Mayang dibunuh Kasultanan Pajang dan jasadnya dilarung, dihanyutkan dari Sungai Brojo. Sumur Makam Putri Ndalem Sultan Hadiwijaya, GKR Sekar Kedhaton. Untuk di Laweyan ada beberapa yang masih bisa dilihat, misal Bandar Kabanaran. Masjid Laweyan serta Makam Ki Ageng Henis.

Untuk di Sondakan, ada makam patih Mas Manca serta pembesar Pajang yang ada di Mutihan, Sondakan. Semisal keberadaan Makam Mbah Putih. Buktinya lain yang saat itu sudah ada sebutan Sondakan, Pajang, Laweyan, Sondakan dan sekitarnya sudah dikenal sebagai Kota Praja.Hal itu masih bisa dilihat adanya jejak peradaban masa lampau yang saat ini masih bisa diketemukan di Pajang, Laweyan serta Sondakan.

Sumonggo, silakan saja, sekarang ini mau meyakini keberadaan Kampung Sondakan itu merupakan anugerah pemberian dari Sinuhun PB II Keraton Kartasura Hadiningrat yang Boyong Kedhaton pindahan dari Keraton Kartasura Hadiningrat menuju Desa Solo Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (1745) atau nama kampung SONDAKAN sudah lebih dahulu ada bersama dengan Pajang, Makamhaji dan Laweyan, abad 15 silam semasa kejayaan Kerajaan Kasultanan Pajang Sultan Hadiwijaya?. #Yani.


SIAC Akan Segera Digelar Di Ndalem Priyo Suhartan Sondakan

Oktober 11, 2024


 Ndalem Priyo Suhartan Jalan Perintis Kemerdekaan no 70 Sondakan, Laweyan, Solo, dalam.wakti dekat akan gelar acara budaya dengan tajuk Solo International Art Camp (SIAC). Foto: Yani

GUGAT news.com, SOLO 

Mulai besuk Sabtu (12/10) Kalurahan Sondakan, Kecamatan Laweyan, bakal kembali meriah dengan beragam aksi gelaran budaya. Adalah SONDAK Art mulai besok sore sudah akan digelar, Sabtu (12-16/10) diawali dengan ziarah kubur leluhur Ki Sondoko sekaligus cikal bakal berdirinya Dinasti Mataram Islam, Ki Ageng Henis Laweyan.

" Besuk harinya ada kirab budaya yang menggambarkan sejarahnya pindahnya Keraton Kartasura Hadiningrat menuju Desa Solo Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (1745). Saya dan beberapa rekan spiritual di minta membantu kirab, berperan sebagai tokoh tokohnya Paranormal atau paranporo pada jaman Kartasura," ujar Gus Im , tokoh spiritual yang tinggal di Kampung Premulung, Sondakan.

Selesai dari gelar budaya SONDAK Art, lanjut Gus Im, ada gelaran budaya lagi di Kampung Kalurahan Sondakan, hanya saja yang mengadakan sepertinya dari Dinas Pariwisata Solo. Solo International Art Camp (SIAC) di Ndalem Priyo Suhartan Sondakan Jalan Perintis Kemerdekaan no 70. Acara dimulai dari Hari Kamis (17-24/10) selama sepekan.

 "Pastinya acaranya lebih seru lagi dan lebih besar. Kabarnya mau dihadiri oleh wakil wakil dari duta besar negara sahabat Indonesia. Ada acara Parade, Artist Talk, Cultural Tour, Exhibition, Workshop dan Performance. Pokoknya gayeng seru dan meriah," ujar Gus Im yang menambahkan nanti Minggu (17/11) kembali Sondakan gelar budaya Napak Tilas Samanhudi. #Yan 1.


Makam Pangeran Pringgoloyo PB IV Angker Namun Ramai Peziarah

Oktober 10, 2024


 Peziarah tengah khusyuk berdoa di depan cungkup makam Pangeran Pringgoloyo Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono (PB) IV yang ke 35 Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat (1768-1820) di Wironanggan, Kartasura, Gatak, Sukoharjo. Foto : A. A. Yani.

GUGAT news.com, SUKOHARJO 

Sepertinya cukup menarik apa yang disampaikan oleh Mbah Otok, warga yang tinggal tidak jauh dari keberadaan makam Gusti Pangeran Haryo (GPH) Pringgoloyo putra Ndalem yang ke 35 dari Sinuhun PB IV Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, dikenal sangat angker namun malahan sering banyak dikunjungi, diziarahi oleh mereka orang orang yang suka lelaku spiritual dengan tirakatan ngalap berkah, berharap berkah serta maksud tertentu lainnya.

"Jangankan malam hari, siang hari pun jalan di depan makam itupun tampak sepi, apalagi menjelang malam setelah usai Maghrib bisa dipastikan lagi suasana nyenyet, sepi dan terkesan angker. Namun anehnya, meski dikenal cukup wingit dan angker malahan pada jam dini hari hingga menjelang subuh, justru ramai sekali peziarah berdatangan dari berbagai daerah. Mungkin saja, mereka tengah ngalap berkah. Berharap sesuatu. Pastinya, saya tidak tahu maksud dan tujuannya mereka,"  terang Mbah Otok.

Ditegaskan Mbah Otok, masalah ramainya ngalap berkah berdatangan berziarah ke makam Pasareyan Ndalem Pangeran Pringgoloyo, sumonggo, silakan saja. Hal itu bagian dari hak mereka. Selama itu ada perbuatan yang merugikan warga, tidak ada masalah. Mereka memiliki keyakinan dan pemahaman tersendiri. Tidak perlu untuk saling mengganggu, biarkan saja, itu urusan mereka terhadap Gusti Kang Murbeng Dumadi Akaryo Jagad, Allah SWT.

Bisa jadi, lanjut Mbah Otok, mereka datang ke Makam Pringgoloyo ini lantaran hendak mencari sawab atau aura positif untuk kehidupan mereka dari pusara makam Gusti Pangeran Haryo Pringgoloyo yang semasa hidupnya dikenal sangat berwibawa, bijaksana sekaligus penyebar Agama Islam sesuai turunannya Dinasti Mataram Islam Panembahan Senopati. 

"Sebenarnya ga perlu nggih, ya cukup berdoa di rumah shalat Sunnah terus berdoa berharap akan Rahmad dan Rudhlo Ilahi Rab, sudah cukup. Tinggal apa yang menjadi maksud dan tujuan ya kita sampaikan kepada Allah SWT, selesai. Namun, kalau hal itu yang menjadikan krentek, mantep hatinya ya sumonggo saja, semoga saja tidak berharap berkah kepada orang yang telah meninggal melainkan kita justru mendoakan," tegas Mbah Otok, serius.

Mungkin saja, mereka berdatangan selain untuk berziarah dan mendoakan sang penyebar Islam di wilayah Soloraya dan sekitarnya dan pada saat itu yang merupakan pewaris dari Dinasti Mataram Islam Sinuhun PB IV Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sekaligus untuk mengambil hikmah pelajaran dari cucu Ndalem Sinuhun PB III Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat setelah kepindahannya dari Keraton Kartasura Hadiningrat.

Diceritakan Mbah Otok, dari cerita turun temurun orang orang tua yang ada di sekitar Makam Pangeran Pringgoloyo, selain dikenal sebagai pangeran atau putra raja Sinuhun PB IV sekaligus cucu PB III, beliau ini dikenal sebagai sosok yang sangat alim, Arif dan bijaksana sebagai bangsawan yang religius. Sehingga semasa hidupnya dikenal sebagai paranporo, jujugan untuk mengurai masalah sekaligus solusi pemecahannya yang Arif, adil dan bijaksana.

"Kalau riwayat sejarah hidupnya, Bangsawan Pangeran Pringgoloyo ini sangat bagus diteladani. Suri tauladan yang baik. Sehingga mungkin saja, keteladanan itu akan membawa aura tersendiri bagi peziarah yang akan membawanya dampak positif. Seringnya berziarah, kelak menjadikan dirinya dikenal sebagai seorang paranporo mumpuni. Sumonggo, silakan saja!" pungkas Mbah Otok seraya menambahkan jika Makam Pangeran Pringgoloyo itu juga ada di berbagai tempat. #Yani.



Usai Bangun Gapura Pintu Masuk PB X Di Pasareyan Ndalem Ki Ageng Henis, Beliau Wafat

Oktober 09, 2024


 Gapura pintu masuk ke Pasareyan Ndalem Ki Ageng Henis Laweyan yang dibuat oleh Sinuhun Paku Buwono (PB) X Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Foto : A.A. Yani 

GUGAT news.com, SOLO

Selesai dari membahas tentang Larung Agung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di Pantai Parangkusumo, Bantul, Jogjakarta akan musyrik dan tidaknya, Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger, salah satu Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono (PB) XII dari  Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat kembali mengajak GUGAT news menyoal masalah Gapura Pintu Masuk PB X di Pasareyan Ndalem Ki Ageng Henis Laweyan.

"Sebelum dibangun gapura pintu keluar masuk ke Pasareyan Ndalem Ki Ageng Henis oleh Sinuhun PB X Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, sekitar tahun 1938, dahulunya ruangan halaman Masjid Laweyan, masjid tertua di Solo dan peninggalan Ki Ageng Henis dengan Pasareyan Ndalem Ki Ageng Henis Laweyan itu terpisah pagar tembok. Barulah menjadi satu setelah di pugar dan dibangun pintu gapura oleh PB X hingga saat ini," terang GPH Puger.

Ditambahkan kembali' oleh Gusti Puger, panggilan akrab GPH Puger, saat itu untuk masuk ke area Pasareyan Ndalem Ki Ageng Henis, ada 5 pintu gerbang yang bisa dilewati. Pintu pertama menghadap ke arah timur, Sungai Jenes, baru yang ke dua juga ada dua pintu. Pintu yang langsung masuk ke ribuan makam keluarga Kerajaan Majapahit ahli waris Brawijaya V dan Kasultanan Pajang, Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir abad 15 silam.

Pintu masuk yang dibangun pertama kali bersamaan dengan Masjid Laweyan (1546) menuju Pasareyan Ndalem Ki Ageng Henis Laweyan. Foto ; A.A. Yani

Sedangkan gapura pintu masuk yang segaris lurus dengan gapura pintu pertama, sebelum nya ada semacam bangsal Paseban untuk beristirahat sebelum dan sesudahnya dari ziarah. Barulah memasuki pintu gapura ke 4, tampak ribuan pusara kuno dengan bongkahan batu hitamnya yang merupakan makam kerabat Ndalem Keraton Majapahit dan Kasultanan Pajang. Tibalah pintu terakhir yang ke 5, masuklah ke ruangan dimana Ki Ageng Henis dan kedua saudaranya Nyai Ageng Pati dan Nyai Ageng Pandanaran serta pejabat penting di jaman Pajang juga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

"Saat antara halaman Masjid Laweyan dan Pasareyan Ndalem Ki Ageng Henis Laweyan masih dipisahkan oleh pagar tembok benteng, ada 5 pintu gapura yang bisa dilewati untuk ke Makam Ki Ageng Henis. Menjadi 6 setelah pagar tembok pemisah itu dibangun pintu gapura oleh PB X. Mungkin bisa diterjemahkan sebagai rukun Islam ada 5 dan Rukun Iman ada 6.Pada bangunan gapuranya memang juga sedikit ada perbedaan." jelas Gusti Puger.

Bangunan pintu gapura yang aslinya, dibuat sekitar tahun bersamaan dengan berdirinya Masjid Laweyan (1546) kecil,  selain tidak begitu lebar, juga sederhana bentuknya jika dibandingkan dengan Pintu Gapura Sinuhun PB X, lebih lebar dan tinggi serta banyak relief dan ornamen ukirannya, termasuk di atasnya ada semacam bangunan semen wujud mahkota raja. Untuk pintu kayu jati nya, bangunan dari PB X tampak lebih besar. Kini, peziarah lebih suka memilih jalan masuk ke Pasareyan Ndalem Ki Ageng Henis melewati Masjid Laweyan, jadi Pintu Gapura Sinuhun PB X.

" Kabarnya, Pintu Gapura Masuk ke Pasareyan Ndalem Ki Ageng Henis Laweyan yang dibuat oleh beliau Sinuhun PB X itu hanya sekali di lewati oleh PB X. Begitu selesai membangun pada sekitar tahun 1938, setahun kemudian beliau Sinuhun PB X Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, meninggal dunia pada 20 Februari 1939 dan dimakamkan di Pajimatan Imogiri, Bantul, Jogjakarta," tutur GPH Puger, lirih, mengenang kebesaran kakek buyutnya. #Yani.

Banyak Orang Mengatakan Labuhan Itu Musyrik. Inilah Jawaban Gusti Puger

Oktober 07, 2024


 Tampak khusyuk GKR Wandansari, GKR Indriyah, GKR Timur Rumbai saat melakukan ritual larungan atau labuhan Amangkurat Agung di Pantai Parangkusumo, Bantul, Jogjakarta.

GUGAT news,com, SOLO 

Kepada GUGAT news yang menjumpai di Bangsal Paseban, tempat untuk istirahat sebelum dan sesudah berziarah ke makam Ki Ageng Henis di Pasareyan Ndalem Ki Ageng Henis Laweyan, salah satu Putra Ndalem Sinuhun Paku Buwono (PB) XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, beliau Gusti Pangeran Haryo (GPH) Puger menegaskan jika selama ini kegiatan ritual spiritual Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat akan gelar larungan atau labuhan ke Laut Kidul Parangkusumo, malahan jauh menghindari dari kemusyrikkan, menyekutukan Allah SWT. Senin (7/10) siang.

Selama ini, lanjut Gusti Puger, panggilan akrab GPH Puger, banyak orang yang menafsirkan, mengartikan dan memiliki pandangan miring terhadap kegiatan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang dalam hal ini upacara larungan atau labuhan, membuang rambut, kuku sekaligus ageman pakaian raja,  untuk kali ini Sinuhun PB XIII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Bahkan yang dibuang atau dilarung serta dilabuh ke Laut Selatan itu bukan hanya busana milik Sinuhun saja, melainkan banyak yang lainnya. Selama barangnya sudah rusak dan tidak terpakai ya dibuang. Lain halnya kalau masih bisa dirawat sebagai peninggalan peradaban sejarah ya disimpan atau untuk kegiatan di museum.

Justru, malahan, masih menurut penuturan Gusti Puger, ritual larungan atau labuhan ini cara halus dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat untuk mengambil langkah tegas dan agar supaya kesemuanya terhindar dari dosa syirik, musyrik menyekutukan Gusti Kang Murbeng Dumadi Akaryo Jagad, Allah SWT, bisa dipastikan lagi dosa besar yang tidak bisa diampuni. Sehingga dengan cara larungan, barang bekas milik Sinuhun PB XIII dibuang di laut. Hal itu dimaksudkan agar tidak diambil dan diketemukan oleh orang-orang untuk tujuan tertentu. Jimat, khususnya semacam piyandel. Keyakinan jika benda memiliki kekuatan gaib tersendiri, inilah Musyrik.

"Sehingga bisa beberapa kali Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat melakukan Larung Agung, membuang barang barang milik Sinuhun yang sudah tidak terpakai untuk dibuang ke laut agar tidak diambil siapapun untuk kepentingan maksiat, jimat. Inilah yang kami hindari dengan maksud larungan itu, biar dibuang ke laut dan tidak ada yang bisa mengambil. Kalau perlu itu ditakut takuti agar tidak berani ambil. Misalkan, dikatakan kepada mereka jika mengambil justru kualat kena halad, sehingga tidak berani mengambilnya untuk kepentingan lain, yang kebanyakan jimat karena bekas milik raja yang diyakini mempunyai kemampuan gaib. Inilah maksudnya dibuang atau dilarung,"jelas GPH Puger.

Kalau saja diberikan, masih menurut pemaparan Gusti Puger, meski barangnya saja sudah rusak dan tidak bisa dipergunakan, mereka tetap berkenan menerima lantaran pemberian dari seorang raja. Intinya, larungan, labuhan itu membuang barang bekas milik raja yang sudah rusak dan tak bisa dipakai lagi ke laut agar tidak menjadikan jimat dan syirik. Sebenarnya bukan hanya di laut saja, boleh di buang ke sungai, ke Sungai Bengawan Solo atau dibakar saja. Hanya saja, untuk dibakar tidak bagus menurut perhitungan Jawa. Ya sudah dilarung saja.

Lebih jauh ditegaskan oleh Gusti Puger, selain barang juga makanan. Hanya saja makanan yang dibuang ke laut atau sungai, itu bukanlah makanan yang enak dimakan. Semisal dupa, kemenyan atau puluhan jenis bunga sebagai wewangian di sela-sela ulama keraton berdoa, kesemuanya itu dilarung, dilabuh dan pastinya tidak dimakan. Yang dimakan dan diminum, makanan yang selesai didoakan dan enak, layak dimakan dan diminum ya kita makan. Setelah selesai didoakan,  digelarlah umbul bujono, makan bersama. Putra Putri Ndalem, kerabat Ndalem, Sentana Ndalem dan abdi dalem.

" Sekali lagi, larungan, labuhan baik ke laut maupun ke sungai yang dilakukan oleh Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, itu justru cara halus untuk menghindar, menjauh dari perbuatan dosa besar, kemusyrikkan. Kepada pengunjung, sebaiknya cukup melihat saja itu acara kebudayaan bukan keagamaan dan tak perlu berebut labuhan. Kalau diberi makan yang enak dimakan, ya dimakan saja. Seperti belum lama ini, Gusti Mung gelar Larungan Agung Amangkurat Agung putra Sultan Agung, yang hanya berdoa dan makan. Dupa, kemenyan dan puluhan jenis bunga di buang ke laut. Intinya, larungan itu justru mencegah syirik!"tegas GPH Puger, menutup obrolan nya dengan GUGATnews. # Yani.

Miris Heritage Masjid Laweyan Mulai Terkikis

Oktober 05, 2024


 Masjid Laweyan, Solo, (1546) tampak masih megah dan wah dari depan. Sayangnya nilai historis ratusan tahun silam sudah banyak dirubah. Foto: Yani

GUGAT news.com SOLO 

Belum lama ini, GUGAT news mencoba berkeinginan sekali untuk melakukan semacam investigasi langsung dengan yang berkompeten dalam kepengurusan di Masjid Laweyan, masjid tertua di Kota Solo dan merupakan peninggalan sejarah dari Kerajaan Kasultanan Pajang Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir abad 15, semasa ulama besar Ki Ageng Henis. Sayangnya banyak menemui kendala.

Ketika bertemu dengan Marbot atau muadzin sekaligus kepala rumah tangga masjid bernama Rofik, sudah mulai tampak kurang bersahabat, ditanya soal adanya tumpukan batu alam berwarna kehitaman, dijawabnya singkat untuk dipasang biar suasana ruangan utama ber AC semakin sejuk. Dikonfirmasi masalah perijinan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB), seakan keberatan menjawabnya. GUGAT news pun langsung melihat ruangan utama yang sudah sebagian tertutup batu alam temboknya.

Menariknya lagi, ada sekitar 4 jendela kayu jati berukuran besar besar peninggalan renovasi Sinuhun Paku Buwono (PB) X Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat pun harus ditutup dengan semenan batu bata merah. Total, jendela tidak kelihatan lagi tertutup rapat tembok batu alam hitam yang sudah mengelilingi bangunan ruangan utama Masjid Laweyan. Bisa dipastikan lagi, heritage bersejarah peninggalan leluhur Joko Tingkir habis tertutup batu alam.

Bukan jawaban bersahabat oleh pengurus harian Sutanto, melainkan sebuah kemarahan. Untung nya di Pendopo Masjid Laweyan saat itu hadir Ir Alfa Bella, tokoh masyarakat setempat Kampung Batik Laweyan sekaligus BPCB dari Sukoharjo, sehingga kemarahan Sutanto bisa sedikit diredam. Alfa Bella pun juga sempat terkaget kaget, lantaran belum ada surat perijinan dari BPCB atau instansi terkait di Solo. Tiada kesepakatan yang berbuah solusi baik, kami pun bubar jalan meninggalkan masjid.

Untuk lebih jelasnya, GUGAT news berusaha bertemu dengan Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Adipati (KGPH Adp) Dipokusumo, salah satu Putra Ndalem Sinuhun PB XII Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat yang ditulis di susunan pengurus Masjid Laweyan sebagai dewan penasihat. Gusti Dipo panggilan akrab KGPH Adp Dipo Kusumo, pin kaget dengan pertanyaan GUGAT news seputar renovasi Masjid Laweyan yang belum mengantongi ijin dari BPCB.

"Saya sering lho bertemu di PMI Solo dengan Iqbal ketua umum pengurus di Masjid Laweyan. Sayangnya, Iqbal tidak pernah bercerita tentang pemasangan batu alam di ruang utama. Ya sudah mau bagaimana lagi kalau sudah terpasang, tinggal kita minta untuk mengurus perijinan. Sumonggo, silakan tidak perlu dibawa ke ranah hukum meski nilai historis mulai terkikis. Pastinya cukup disayangkan!"ujar Gusti Dipo, prihatin.

Ternyata apa yang menjadikan sikap Sutanto pun banyak disayangkan anak anak muda Kampung Batik Laweyan, hanya saja nasi sudah menjadi bubur, terlanjur hancur terkikis nilai sejarah Masjid Laweyan yang tertua di Kota Solo itu. Memprihatinkan, jelas pastinya.  Sepertinya papan dari BPCB yang mungkin dibersamakan dipasang di pintu masuk Pasareyan Ndalem Ki Ageng Henis tidak begitu diindahkan. Sehingga nekat saja merenovasi masjid tanpa alasan yang benar.

Berdasarkan investigasi GUGAT news dengan beberapa tokoh masyarakat di Kampung Batik Laweyan, ternyata Masjid Laweyan telah banyak mulai terkikis nilai historis nya. Miris bukan? Mungkin ini terjadi sebelum masuk BPCB sebelum tahun 2012. Kali pertama, tangga naik ke halaman masjid berupa perosotan sepeda telah dihancurkan. Pagar yang semula ada dua kayu jati balok, juga hilang digantikan besi tempa milenia.

Belum cukup disitu, jalan samping yang semula berupa pintu, kini ditutup dipindahkan ke timur dengan merobohkan bangunan tembok pagar. Kolah tempat air wudhu yang biasa diambil dengan tangan atau gayung sudah dihilangkan diganti dengan kran besi. Tidak terkecuali dengan lantai ubin tegel yang sudah diganti keramik putih. Bisa jadi, masih banyak lagi yang lainnya mengalami renovasi. Nah, miris bukan dengan kondisinya peninggalan sejarah mulai terkikis dan berubah menjadi milenia. #A.A. Yani.

Diduga Bekas Rumah Tinggal Mas Ngabehi Lor Ing Pasar

September 25, 2024


 1 dari 6 rumah yang ada di jalan Dr Rajiman atau tepatnya di sebelah Utara bekas Pasar Laweyan ini, yang 500 tahun lalu merupakan bagian dari lahan milik Ki Ageng Pemanahan, bapak dari Mase Ngabehi Lor Ing Pasar atau Danang Sutawijaya yang akhirnya Jumeneng Noto sebagai Panembahan Senopati. Foto : Yani.

GUGAT news.com SOLO

Setidaknya ada 6 bangunan rumah antik kuno, Jadul atau jaman dahulu, dari di mulainya arah ke selatan gang menuju Situs Bandar Kabanaran di sisi barat dan gang yang kini berdiri megah sebuah bangunan hotel berbintang lima, gang sebelah timur, satu diantaranya lahan tanah peninggalan orang tua dari Danang Sutawijaya, yang selanjutnya bertahta sebagai Panembahan Senopati putra dari Ki Ageng Pemanahan. Hanya saja, warga masyarakat Kampung Laweyan tidak ada yang tahu lokasi pastinya.

"Saya tidak tahu secara pastinya rumah peninggalan Ki Ageng Pemanahan yang merupakan bapak dari Mase Ngabehi Lor Ing Pasar, sebutan untuk Danang Sutawijaya di masa mudanya lantaran tinggal di sebelah utara Pasar Laweyan. Dari ke 6 bangunan itu kesemuanya berukuran besar- besar. Dari arah timur, dipakai untuk hotel berbintang lima, ndalem Mbah Bei, toko obat batik, ruko stand batik, showroom mobil. Mana yang 500 tahun lalu merupakan rumah keluarga Ki Ageng Pemanahan, saya tidak tahu pastinya," terang Sarjono (62) warga asli Laweyan.

Ternyata apa yang disampaikan Sardjono, juga dibenarkan oleh Mbah Sarun (75). "Itu cerita turun-temurun dari Mbah Mbah kami memang demikian, namun tidak mengetahui sama sekali akan lokasi yang sebenarnya dari rumah kediaman keluarga Ki Ageng Pemanahan bersama sama putra putri nya. Yang pasti rumah beliau adalah di sebelah Utara Pasar Laweyan, disesuaikan dengan julukan dari Keraton Kasultanan Pajang Sultan Hadiwijaya menyebutnya Mase Ngabehi Lor Ing Pasar kepada Danang Sutawijaya," tutur Mbah Sarun tersenyum.

Baik Mbah Sarun maupun Pak Sardjono yang saat ini dikenal sebagai pinisepuh, orang yang dituakan di Kampung Batik Laweyan, ya tahunya cuma sekedar itu, selebihnya tidak tahu secara pasti. Namun demikian, menariknya sebutan kampung Dul Pasar masih ada, Kidul atau Selatan Pasar Laweyan yang kini ditengarai dengan bangunan Tugu Batik atau titik nol Kampung Batik Laweyan, tugu hitam. 

Selain sebutan Dul Pasar masih ada dan berlaku hingga sekarang ini, malahan adanya heritage Bandar Kabanaran situs  bersejarah peninggalan Kerajaan Pajang dengan Rajanya yaitu Sultan Hadiwijaya atau Mas Karebet yang lebih populer dengan sebutan Joko Tingkir abad 15 silam, masih ada dan bisa dilihat sekalipun kondisi nya sudah mangkrak dan pastinya kotor dan kumuh, memprihatinkan. Pendangkalan penyempitan lahan yang dibuat untuk rumah tinggal warga.

Dari pemantauan GUGAT news di Kampung Batik Laweyan, ternyata serasa tepat sekali jika disebut Kampung tertua di Kota Solo dengan banyaknya peninggalan heritage bersejarah dari peninggalan leluhur agung. Adanya Masjid tertua di Kota Solo, mungkin termasuk di Jogjakarta, karena Masjid tertua di Jogjakarta Masjid Kota Gede yang dibangun oleh Panembahan Senopati, sedangkan beliau Masa Kecilnya tinggal dan hidup di Laweyan yang sudah ada Masjid Ki Ageng Henis (1546), oleh Sinuhun PB X dimuliakan dengan sebutan Masjid Laweyan, sesuai lokasinya.

Tidak terkecuali 6 bangunan yang ada di Jalan Raya Dr Rajiman itu yang kabarnya salah satu diantaranya merupakan rumah di masa kecilnya Danang Sutawijaya alias Panembahan Senopati putra dari Ki Ageng Pemanahan sekaligus cucu dari Ki Ageng Henis, cikal bakal berdirinya Dinasti Mataram Islam Panembahan Senopati. Menarik bukan? Penasaran, sumonggo, silakan berkunjung sekaligus berwisata di Kampung Batik Laweyan Solo. Dijamin tidak mengecewakan. # Yani.

Bertemu Gaibnya Nyai Roro Kidul Itu Tidak Gampang

September 25, 2024


 Gus Im di ruang kerjanya Selaku Konsultan Spiritual yang tinggal di Premulung, Sondakan, Laweyan, Solo ini biasa menjadi pembibing pertemuan dengan Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Kidul di Pantai Parangkusumo, Bantul, Jogjakarta. Foto : Yani 

GUGAT news.com SOLO.

Ditegaskan oleh Gus Im Al Fathoni, bilamana seseorang untuk bisa bertemu dengan sosok mahluk halus yang biasa disebut sebagai GKR Kidul atau Nyai Roro Kidul yang kabarnya ada di laut selatan atau Pantai Parangkusumo, Bantul, Jogjakarta itu, tidaklah mudah. Banyak persyaratan yang harus dilakoni. Utamanya, kebersihan hati dan nyali keberanian.

" Tidak gampang seseorang untuk bisa bertemu dengan beliau Gusti Ratu Kidul yang berwujud gaib itu. Banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi. Faktor utama ketulusan, kebersihan dari hati seseorang itu secara pribadi sehingga menjadikan suasana hati tenang dan bersih. Hal ini faktor utama yang menjadikan tingginya rasa keberanian untuk mampu dan bisa menatap langsung wajah Nyai Roro Kidul yang selalu berubah-ubah," terang Gus Im.

Untuk laku spiritualnya, lanjut Gus Im, sebelum memasuki area pintu Keraton Laut kidul di Parangkusumo, sebaiknya bersuci dahulu dengan cara berwudhu dan bisa melaksanakan shalat Sunnah dua rekaat. Demikian pula kalau mau di lakukan kontak batin bertemu Nyai Roro Kidul di lain tempat. Adalah Pantai Parangkusumo, tempat strategis untuk bisa bertemu dengan gaibnya Nyai Roro Kidul.

Setelah tubuh dalam keadaan suci dari air wudhu, masih menurut penuturan Gus Im, perlu disiapkan bunga setaman untuk tabur bunga di laut, dupa kemenyan Jawa untuk mengusir sesuatu yang gaib dan bertujuan buruk dengan baunya wewangian bakaran kemenyan Jawa. Mulailah dengan diam untuk bermeditasi di pantai yang agak jauh dari deburan ombak. Dimaksudkan agar tidak terhempas ombak besar bersamaan dengan hadirnya Gusti Ratu Kidul.

" Untuk japa mantra dan doa, maaf tidak bisa kami ucapkan atau untuk ditulis. Itu saya lakukan pribadi dan langsung dengan klien yang minta didampingi untuk bertemu langsung dengan wujud gaibnya ratu pantai selatan, Gusti Ratu Kidul. Sekali lagi, utamakan rasa keberanian yang cukup tinggi dan pasti nya mental spiritual harus kuat," papar Gus Im yang pernah membantu seorang artis untuk bertemu langsung dengan wujud gaibnya Nyai Roro Kidul.

Kepada GUGAT news, Gus Im mengaku sering diminta bantuan spiritualnya agar klien bisa bertatapan langsung dengan sosok Nyai Roro Kidul dengan maksud dan tujuan tertentu. Hampir kesemuanya bertujuan untuk pesugihan harta, pastinya konsekuensinya cukup berat sekali, sehingga tidak jarang harus batal. Tumbal nyawa dari salah satu keluarga. Bisa suami, isteri dan anaknya. Kalau tidak tumbal nyawa, bisa jatuh sakit berkepanjangan, namun bisa tersembuhkan. 

" Konsekuensinya sangat berat sekali, sehingga tidak jarang bisa bertemu langsung dengan wujud gaibnya Nyai Roro Kidul, masalahnya baru mendengar suara gaib untuk syarat bertemu yang sangat berat itupun, nyali sudah menciut m, sehingga urung dan lebih memilih untuk membatalkan saja bertemu dengan beliau secara gaib. Resiko nya terlalu besar untuk bersekutu dengan Mahluk halus," pesan Gus Im.

Namun demikian, memang ada pula yang berani menanggung resiko mau memenuhi persyaratan berat itu dan bertemu dengan Gusti Ratu Kidul. Untung imbasnya tidak nyawa, namun sakit berkepanjangan dan sembuh saat barangnya pemberian dari Laut Kidul dikembalikan semuanya. Kalau hanya sekedar untuk pengalaman hidup, sumonggo, silakan saja. Intinya jangan pernah minta dan bekerjasama dalam bentuk apapun dengan mahluk halus!"tegas Gus Im .

Musyrik menyekutukan Gusti Kang Murbeng Dumadi Akaryo Jagad Allah SWT lah segala galanya yang wajib untuk dimintai pertolongan sekaligus disembah. " Hanya kepada Allah SWT lah kita sebagai hamba Nya wajib untuk berharap segala pertolongan bukan kepada yang lainnya, apalagi mahluk halus yang juga ciptaan Ilahi. Dan tidaklah Aku (Allah SWT) ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah (Al Qur'an)," pungkas Gus Im Alfathoni. #Yan 1.