Suradi, pemilik Yayasan Kasultanan Keraton Pajang yang menobatkan dirinya sebagai Sultan Prabu Hadiwijaya Khalifatullah IV Kasultanan Keraton Pajang bersama istrinya melakukan Tingalan Jumenengan, ulang tahun untuk kenaikan tahta sebagai Raja Pajang yang ke 12 kalinya .
-------------------------------------------------------------GUGAT86.com. Sukoharjo. Malam itu, Selasa (3/3) sekitar pukul 19.15 WIB, suasana Masjid Surojiwan yang ada di lingkungan Kantor Yayasan Kasultanan Keraton Pajang, di Desa Sonojiwan, Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo, biasanya sepi, hanya beberapa jamaah, mendadak ramai pengunjung Masjid. Tidak kurang dari 200 santri memenuhi masjid yang belum lama dibangun itu.
Usai berjamaah Salat Isya, ratusan santri dari Pondok Pesantren Ad Duha, Gentan, Baki, Sukoharjo itu langsung melantunkan shalawatan. Sebagai wujud umbul Donga yang dilanjutkan dengan kembul bujono. Makan bareng nasi tumpeng berlaukkan ingkung ayam. Bisa jadi, mereka para santri itu tidak mengetahui bila semua kegiatannya merupakan bagian dari ritual Tingalan Jumenengan, ulang tahun kenaikan tahta raja. Suradi yang mengklaim dirinya sebagai Raja Kerajaan Pajang, memperingati ulang tahun kenaikan tahta rajanya yang ke 12.
Dengan kostum laiknya raja, bermahkotakan warna kuning keemasan, busana kebesaran dengan dipadu celana panjang hitam, tampilah Suradi sebagai "Raja" Kasultanan Pajang saat ini. Mungkin saja, dalam benaknya, sekalipun Tingalan Jumenengan berjalan cukup sederhana, shalawatan dan makan bersama, tetap harus dilakukan. Harus digelar setiap tahunnya, meski menyimpang dari paugeran. Adat istiadat kerajaan jaman itu.
Kembul Bujono, makan bareng dengan nasi tumpeng dan Ingkung ayam. Dipimpin langsung oleh Suradi.
Dari sumber informasi, Tingalan Jumenengan tetap dilakukan meski dengan cara sederhana. Itu semua tidak lain karena ketiadaan dana. Tidak seperti tahun tahun sebelumnya yang selalu wah, meriah dan mewah. Selain faktor dana, juga dimaksudkan, mencoba untuk meredam gejolak setelah fenomena bermunculan Keraton Abal Abal, palsu yang bertujuan untuk mencari keuntungan pribadi.
Yang menjadikan pertanyaan masyarakat di sekitarnya, apakah Sultan Prabu Hadiwijaya Khalifatullah IV Kasultanan Keraton Pajang dengan Suradi yang mengklaim sebagai raja itu tidak merupakan raja abal-abal dan palsu? Apakah Suradi terhitung sebagai Putra Mahkota dari trah Sultan Hadiwijaya yang merupakan syarat untuk Jumeneng Noto, sebagai raja? Adakah Suradi memiliki drat, keturunan dari Sultan Hadiwijaya yang berkuasa di Pajang 400 tahun lalu? Ini yang petlu dikaji secara sejarah. Sumonggo saja. # Yan 1.
Santri tengah shalawatan di Masjid Surojiwan dengan khidmat dan khusyuk.
------+868686+-------
-------------------------------------------------------------GUGAT86.com. Sukoharjo. Malam itu, Selasa (3/3) sekitar pukul 19.15 WIB, suasana Masjid Surojiwan yang ada di lingkungan Kantor Yayasan Kasultanan Keraton Pajang, di Desa Sonojiwan, Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo, biasanya sepi, hanya beberapa jamaah, mendadak ramai pengunjung Masjid. Tidak kurang dari 200 santri memenuhi masjid yang belum lama dibangun itu.
Usai berjamaah Salat Isya, ratusan santri dari Pondok Pesantren Ad Duha, Gentan, Baki, Sukoharjo itu langsung melantunkan shalawatan. Sebagai wujud umbul Donga yang dilanjutkan dengan kembul bujono. Makan bareng nasi tumpeng berlaukkan ingkung ayam. Bisa jadi, mereka para santri itu tidak mengetahui bila semua kegiatannya merupakan bagian dari ritual Tingalan Jumenengan, ulang tahun kenaikan tahta raja. Suradi yang mengklaim dirinya sebagai Raja Kerajaan Pajang, memperingati ulang tahun kenaikan tahta rajanya yang ke 12.
Dengan kostum laiknya raja, bermahkotakan warna kuning keemasan, busana kebesaran dengan dipadu celana panjang hitam, tampilah Suradi sebagai "Raja" Kasultanan Pajang saat ini. Mungkin saja, dalam benaknya, sekalipun Tingalan Jumenengan berjalan cukup sederhana, shalawatan dan makan bersama, tetap harus dilakukan. Harus digelar setiap tahunnya, meski menyimpang dari paugeran. Adat istiadat kerajaan jaman itu.
Kembul Bujono, makan bareng dengan nasi tumpeng dan Ingkung ayam. Dipimpin langsung oleh Suradi.
Dari sumber informasi, Tingalan Jumenengan tetap dilakukan meski dengan cara sederhana. Itu semua tidak lain karena ketiadaan dana. Tidak seperti tahun tahun sebelumnya yang selalu wah, meriah dan mewah. Selain faktor dana, juga dimaksudkan, mencoba untuk meredam gejolak setelah fenomena bermunculan Keraton Abal Abal, palsu yang bertujuan untuk mencari keuntungan pribadi.
Yang menjadikan pertanyaan masyarakat di sekitarnya, apakah Sultan Prabu Hadiwijaya Khalifatullah IV Kasultanan Keraton Pajang dengan Suradi yang mengklaim sebagai raja itu tidak merupakan raja abal-abal dan palsu? Apakah Suradi terhitung sebagai Putra Mahkota dari trah Sultan Hadiwijaya yang merupakan syarat untuk Jumeneng Noto, sebagai raja? Adakah Suradi memiliki drat, keturunan dari Sultan Hadiwijaya yang berkuasa di Pajang 400 tahun lalu? Ini yang petlu dikaji secara sejarah. Sumonggo saja. # Yan 1.
Santri tengah shalawatan di Masjid Surojiwan dengan khidmat dan khusyuk.
------+868686+-------
Thanks for reading Yayasan Kasultanan Keraton Pajang Gelar Tingalan Jumenengan | Tags: Budaya Peristiwa
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »