Pemerintah Tangani Kopit "Mburu Uceng Kelangan Deleg"

Juli 16, 2021
Jumat, 16 Juli 2021


      Ki Jliteng Suparman

Pemberlakuan PPKM Darurat yang dijadwalkan berlangsung dari tanggal 3 sd 20 Juli 2021, mulai diwarnai berbagai tindak kekerasan oleh oknum aparat maupun kelompok rakyat.

Ekses benturan antara aparat dan masyarakat memang sulit dihindari. Aparat dilanda kelelahan, masyarakat dilanda kecemasan. Emosi kedua belah pihak cenderung mudah terpantik hingga terjadi benturan.

PPKM Darurat yang selama 18 hari sudah memantik letupan-letupan perlawanan sosial. Bisa dibayangkan apabila rencana perpanjangan PPKM Darurat selama 6 pekan benar-benar diberlakukan.

Aparat juga manusia. PPKM Darurat menambah beban tugas lebih berat. Tugas-tugas patroli, penjagaan, pengawasan hingga penertiban yang niscaya menguras energi pisik maupu psikis. Dalam diri mereka pun niscaya ada kekhawatiran terpapar virus yang menambah beban psikis makin berat. Bagi oknum yang tak memiliki daya tahan niscaya akan mudah terpancing melakukan tindak arogansi sikap hingga kekerasan pisik. 

Sebaliknya, masyarakat yang terkena PPKM Darurat juga banyak menanggung konsekuensi. Pembatasan mobilitas jelas berdampak pada aspek ekonomi. Banyak masyarakat sulit memenuhi kebutuhan dasarnya, belum lagi pemenuhan pembiayaan kebutuhan lain berupa biaya pendidikan anak maupun tagihan-tagihan yang aneka macam.

Masyarakat benar-benar dilanda kecemasan dan kekalutan oleh dua ancaman sekaligus: ekonomi dan kesehatan. Sementara di sisi lain pemerintah tidak menunjukkan konsekuensi atas kebijakan yang diambil. Perut lapar gampang terpancing liar. 

Atas realitas kondisi terurai di atas maka banyak pihak menyatakan negara gagal menangani pandemi Covid-19. Kegagalan yang disebabkan oleh manuver-manuver pemerintah sendiri yang berupaya menghindari menjalani sejumlah kewajiban terhadap rakyat sesuai amanat konstitusi. 

Mulai dari skema kebijkan PSBB hingga PPKM hanyalah trik pemerintah menghindar dari melaksanakan kebijakan karantina wilayah atau lock down yang memang menuntut pembiayaan besar. 

Ketika didesak, pemerintah berdalih tidak punya uang cukup. Tapi anehnya punya uang untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur bahkan ambisi membangun ibu kota negara baru.

Okelah jika pemerintah tidak mau terusik proyek mercu suarnya, para pakar ekonomi bilang negara punya uang yakni SILPA 2020 sebesar 230 Triliun. Cukup untuk membiayai karantina wilayah yang toh tidak harus meliputi seluruh wilayah Indonesia. Ada yang bilang cukup 40 % wilayah Indonesia signifikan yang dilockdown. 

Flash back. Banyak pihak bilang, bila pemerintah tidak pelit bagi rakyatnya, maka karantina wilayah bisa dilakukan sejak awal sehingga pandemi tidak menjadi separah ini. 

Padahal BPK bilang anggaran kopit ini sudah mencapai 1000 triliun lebih. Tapi kesannya kok kayak tidak membekas pada realitas, terbukti pandemi makin tak terkendali dan derita rakyat makin menjadi-jadi? Ke mana saja uangnya?

Jika memang benar sinyalemen akar masalah semua ini karena pemerintah pelit kepada rakyat hingga menjalani strategi keuangan irit, niscaya masalah akan membukit. Wong Jawa bilang: "mburu uceng kelangan deleg". Biaya yang akan ditanggung negara makin besar. Biaya terbesar yang harus ditanggung adalah gejolak sosial yang tak terbendung. 

Semoga pemerintah sadar "nasionalisme" dan mengubah strategi selagi belum semuanya terlambat. 

             °°°°°✓ 081325995968 °°°°°



Thanks for reading Pemerintah Tangani Kopit "Mburu Uceng Kelangan Deleg" | Tags:

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »

TERKAIT

Show comments

HOT NEWS