GUGAT news.com JAKARTA
Cerita legenda “Alas Purwo” memiliki daya magis tersendiri dalam konteks struktur sosial masyarakat Banyuwangi, di Jawa Timur. Hutan ini diselimuti mitos dan cerita mistis yang sudah banyak didengar masyarakat luas. Dalam mitologi Jawa, Alas Purwo diyakini tempat kelahiran Sang Hyang Widhi (Dewa Pencipta).
Alas Purwo menjadi semacam representasi tersendiri berkaitan dengan adanya berbagai relasi, baik mikrokosmos dengan makrokosmos; dunia gaib dengan alam nyata, makhluk manusia dengan makhuk lain; semesta alam, maupun manusia dengan Tuhan.
Eksistesi budaya ini pun tak pernah kehabisan daya tarik untuk dieksplorasi dalam bentuk karya seni pertunjukan, baik dari sisi sakralitas maupun fungsi pranata ritualnya.
Cerita legenda Alas Purwo inilah yang kemudian diusung oleh Sanggar Tari Swargaloka menjadi tema utama pertunjukan drama musikal berjudul, “Ratapan di Timur Tanah Jawa - Kerajaan Jin Alas Purwo.”
Pergelaran yang cukup menyedot perhatian penonton ini berlangsung di Gedung Kesenian Wayang Orang Bharata, Pasar Senen, Jakarta Pusat, Senin (20/11/2023).
Gedung Kesenian Wayang Orang berkapasitas 200 tempat duduk – dan satu-satunya yang ada di Jakarta ini -- terasa penuh sesak dijejali penonton yang sangat antusias menyaksikan pergelaran ini.
Karya panggung yang disutradarai Bathara Saverigadi Dewandoro ini, berhasil mengawinkan elemen musik (drama musikal) dan gerak (laku tubuh) sebagai medan kompleks dalam mengaktualisasikan berbagai elemen artistik, imajinasi, kreasi, serta simbolisasi nilai yang ingin mereka sampaikan.
“Pergelaran legenda Alas Purwo ini kental dengan filosofi hidup-mati. Kehidupan setelah kematian, dalam narasi dan gerak tari menghibur, tanpa menggurui. Tak kan ada kata berakhir untuk semua kesedihan dunia. Mati adalah cara mengakhirinya. Luka yang tak pernah hilang,” ujar Dosen Antropolog Universitas Indonesia, Dr. Endang Mariani, M.Psi, mengomentari muatan pertunjukan tersebut.
Suasana magis dibangun sebagai penghormatan kepada tahta tertinggi hutan tertua di tanah Jawa. Diselingi dialog tawar-menawar dan sedikit bumbu canda yang menusuk. “Seperti itulah kehidupan. Kadang menertawakan dan ditertawakan,” tegas Endang menambahkan.
Endang Mariani memberi ucapan selamat kepada Swargaloka atas kemasan hiburan cerdas. Menurutnya, pertunjukan ini penuh sentuhan olah rasa terdalam dari nurani dan kognisi.
“Karena memang hidup yang kadang penuh kebodohan harus dilihat dari perspektif kekuatan seni,” ujar Endang.
Penonton lainnya adalah Dosen Tari Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Maria Darmaningsih, SST. “Saya menyampaikan rasa bangga atas gerakan anak-anak muda Swargaloka. Berharap mereka terus berkarya,” ujar salah satu Founder Indonesia Dance Festival (IDF) ini.
Tampak juga seniman dedikatif Eyang Anjar Purwani, dari Sanggar Tari Kusuma ikut menyaksikan pergelaran ini. Beliau sangat mengapresiasi pementasan drama musikal ini.
“Spektakuler dan luar biasa. Ceritanya mengandung pesan moral. Menjadi peringatan kepada generasi muda,” ungkap Eyang Anjar Purwani.
Dr. Nungki Kusumastuti, yang juga ikut menyaksikan pergelaran ini mengatakan, bahwa kerja kreatif anak-anak muda dari kelompok tari Swargaloka ini perlu diapresiasi, terus didukung dan didorong agar berkelanjutan.
“Kerja kreatif dan produktif memang perlu proses dan kerja panjang. Dalam karya “Ratapan di Timur Tanah Jawa” anak muda bergerak dan bernyanyi dengan baik,” komentar seniman tari, yang juga dosen dan artis film Indonesia ini.
Lebih lanjut, kata Nungki Kusumastuti, garapan musikal memerlukan keberanian dan kemampuan khusus. Tema yang dipilih menarik dan perlu interpretasi lebih dalam dan meluas.
“Sekali lagi, langkah dan pilihan terus berkarya adalah contoh yang patut diacungi jempol dengan pesan: terus belajar, berkomitmen dan berbahagia untuk bangsa dan negara,” ujar Nungki.
Drama musikal berjudul, “Ratapan di Timur Tanah Jawa - Kerajaan Jin Alas Purwo,” menceritakan seorang perempuan bernama Jelita yang mencoba mempelajari ilmu hitam, sedang bertapa di Alas Purwo.
Dalam pertapaannya dia kecewa karena tidak kunjung mendapat yang diinginkan. Sehingga membuatnya marah dan merusak beberapa sesajen di area pertapaan.
Jelita memilih mati agar tidak malu menanggung beban kehamilan diluar nikah. Namun keinginannya justru membawa jiwanya terjebak di alam gaib Alas Purwo.
Pemain Utama cerita ini, Reni Wiritanaya sebagai Jelita dan Okvalica Harlis Natasya sebagai arwah Dara, mampu menghipnotis penonton dengan kehebatan vokal dan aktingnya yang total. Diperkuat para penari Ksatria (IMB), Lima Pandawa (IGT) dan Swargaloka School of Dance.
Kasunanan Surakarta Wisata di Solo
Bertindak sebagai Sutradara Bathara Saverigadi, Penulis Naskah Bathara Savergadi dan Aryo Dimas, Penata Tari Bathara Saverigadi dan Chikal Mutiara Diar. Penata Musik Merak Brawa W dan Bagaskoro Putro. Penata Busana Yani Wulandari, Penata Rias Denta Sepdwiansyah Pinandito.
Produser Dandy Febrianto Prakoso, serta Eksekutif Produser Suryandoro dan Dewi Sulastri.
Founder Swargaloka Foundation, Drs. Suryandoro mengaku gembira melihat antusiasme penonton, serta pesan dan kesan mereka. Pihaknya bertekad terus mengembangkan seluruh potensi dan peluang yang ada.
Puro Mangkunegaran wisata di Solo
“Terima kasih atas atensi, support dan apresiasi semua pihak. Langkah selanjutnya kami berharap dukungan semua pihak untuk mengembangkan karya musikal yang penuh pesan moral ini. Kami akan pentas keliling ke berbagai daerah agar karya ini dapat diapresiasi dan mengedukasi generasi muda,” ujar Suryandoro selaku Eksekutif Produser pertunjukan ini./***
Thanks for reading Mistisme Dalam Perspektif Karya Musik dan Tari "Ratapan di Timur Tanah Jawa - Kerajaan Jin Alas Purwo" | Tags: Budaya
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »